Sumber Gambar: Istimewa
SKETSA – Iring-iringan massa aksi Tolak SK Rektor dengan mantap menuju Rektorat Unmul, Selasa (7/7) pagi. Sebelumnya, massa yang tergabung dalam Aliansi Jarvo Mulawarman ini berkumpul di halaman Auditorium Unmul. Lengkap dengan almamater dan pengeras suara, peserta aksi juga bawa spanduk yang bertuliskan tuntutan aksi.
Jalannya aksi diisi dengan penyampaian orasi dari perwakilan BEM fakultas. Gubernur BEM Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Muhammad Bima jadi salah satu yang menyampaikan orasi. Mereka menuntut agar bisa bertemu dengan Rektor Unmul, Masjaya untuk meminta penjelasan. Sebab kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan tuntutan saat audiensi beberapa saat yang lalu.
“Hari ini FKIP Unmul memiliki kurang lebih 7000 mahasiswa dan hari ini begitu banyak yang mengeluh terkait UKT,” sebutnya.
Adapun tuntutan yang dibawa dalam aksi tersebut sebagai berikut:
1.Memperbaharui Surat Keputusan (SK) Rektor Nomor 910/KU/2020 yang cacat.
2.Mengeluarkan manual prosedur keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang jelas berdasarkan Permendikbud Nnomor 25 Tahun 2000.
3.Mengeluarkan peraturan tentang validasi mahasiswa Bidikmisi semester 9.
Tuntutan tersebut dilayangkan karena terdapat beberapa kecacatan dalam SK yang dikeluarkan rektor Unmul. Seperti permasalahan beban Satuan Kredit Semester (SKS) yang harus dipenuhi pada diktum kedua SK, yakni kurang lebih 6 SKS. Sedangkan di beberapa fakultas dan prodi ada yang SKS skripsinya melebihi ketentuan. Terdapat 9 poin kecacatan yang ditemukan, sehingga massa sepakat untuk menolak SK rektor tersebut.
Masjaya yang tak kunjung turun membuat massa aksi mengancam akan memaksa masuk jika tidak bisa bertemu dengan orang nomor satu di Unmul itu. Hingga pada pukul 10.44 Wita, saat peserta aksi mulai bergerak masuk ke dalam Rektorat, Masjaya kemudian turun untuk temui peserta aksi. Hadir pula seluruh wakil rektor, beberapa dekan, wakil dekan, dan staf rektorat.
“Kita kan sekarang lagi menjaga kesehatan, sorry ya. Suara saya keras insyaallah dengar semua,” jawabnya menolak menggunakan pengeras suara yang digunakan massa aksi.
Mengenakan kemeja putih dan masker berwana gelap dengan bordiran kuning bertulisakan Unmul, Masjaya menyebutkan jika sebelumnya dalam pertemuan dengan aliansi sudah ada kesepakatan. Sehingga aksi tersebut sebenarnya tidak perlu dilakukan jika SK telah dipahami maknanya.
Ia juga menegaskan tidak akan pernah melanggar peraturan dari kementerian. Bahkan, Masjaya menjamin jika SK yang telah ditandatanganinya tersebut harus dilaksanakan oleh dekan. Jika nanti ada yang melanggar dan tidak sesuai aturan, dia meminta mahasiswa melaporkan dekan yang bersangkutan kepadanya.
“Apakah sudah diverifikasi? Verifikasi dulu, belum ada buktinya kok. Silakan verifikasi dulu, kalau ditolak sampaikan ke saya, jika melanggar peraturan rektor sampaikan ke saya, selasai,” kata Masjaya.
Perihal kecacatan yang dimaksud peserta aksi, dia mengaku belum paham letak kecacatan tersebut. Padahal menurutnya SK yang dikeluarkan sudah sangat jelas mulai dari mekanisme pengajuan hingga adanya lampiran yang dinilai sudah sangat lengkap, sehingga tidak menimbulkan perbedaan tafsir di fakultas.
“Tolong datang aja di fakultas, semua dekan itu sudah paham apa yang tertuang di SK tersebut. Makanya saya terkaget, kalau menolak SK rektor, logika berpikirnya kembali ke yang lama, kan begitu. Saya ini termasuk yang disumpahi kalau mau jujur, banyak dekan yang marah ke saya karena terlalu longgar saya memberikan perhatian ke anak-anakku sekalian,” ungkapnya.
Disebutkan Masjaya, saat ini Unmul tengah dalam situasi yang cukup sulit dengan dikeluarkannya Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020, di mana tingkat penerimaan Unmul diperkirakan turun sebesar 50 persen. Hal ini kemudian yang membuat rektorat harus berpikir keras agar pelayanan tetap sama namun dengan dana yang terbatas.
Poin-poin kecacatan yang dibawa peserta aksi kemudian ditanggapi oleh Masjaya, salah satunya terkait pembebasan sementara UKT. Menurut peserta aksi persyaratan yang tertulis justru serupa dengan penundaan UKT. Masjaya lalu menjelaskan alasan pendekatan yang digunakan adalah pembebasan sementara, namun turunannya berupa penundaan.
“Kalau fakultas mengatakan si A itu bebas semester yang bersangkutan, itu bebas (UKT), catat ini! Karena kita tidak tahu sebetulnya siapa yang dibebaskan, apa perlu kita bebaskan semua? Tidak mungkin kan!” imbuhnya.
Lebih lanjut, pembebasan sementara UKT perlu dipahami sebagai prosedur pengajuan mahasiswa ke fakultas. Dalam prosesnya di fakultas jika diketahui orang tua mahasiswa tersebut terdampak Covid-19 hingga bangkrut dan tidak memiliki penghasilan atau dengan kata lain seluruh data yang diberikan benar, maka tidak perlu membayar UKT untuk semester ini.
“Ini semester Covid-19, bukan untuk berikutnya. Jadi kalau dia tidak benar datanya tidak mungkin dibebaskan, makanya ada penundaan. Penundaan ini sebelum verifikasi, jadi kalau sudah verifikasi ada beberapa alternatif, ada yang bebas, mencicil, tertunda,” ujarnya.
Dialog sempat diwarnai perdebatan antara mahasiswa dan Masjaya. Beberapa kali Masjaya memanggil dekan yang hadir saat itu untuk mengonfirmasi tuntutan mahasiswa. Seperti pembebasan UKT untuk mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) dan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) yang menurut tafsir massa terganjal syarat harus sudah seminar hasil. Hal tersebut langsung dijawab Dekan FK, Ika Fikriah.
“Untuk FK yang belum seminar hasil tapi sudah punya tanggal (seminar hasil) itu bebas.”
Di tengah jalannya aksi, Masjaya kembali mengingatkan mahasiswa untuk menjaga jarak aman untuk meminimalisir risiko penyebaran Covid-19. “Tolong dijaga jarak, jangan sampai nanti kalau diperiksa mau positif (Covid-19) enggak? Jauh-jauhlah tolong, jarak jarak jarak jarak jarak,” sebut Masjaya disambut riuh massa aksi.
Ancaman Bagi yang Nakal
Wakil Rektor II Bidang Umum, Sumber Daya Manusia dan Keuangan yakni Abdunnur kemudian bersuara dan menyebutkan jika nantinya mahasiswa akan mengajukan berkas secara daring melalui sistem aplikasi yang akan disediakan di website Unmul sesuai dengan jenis permohonan masing-masing. Namun, hal tersebut masih akan dirapatkan dengan dekan, wakil dekan II, dan operator aplikasi (7/7).
Nantinya, dalam aplikasi tersebut akan tertera juga prosedur yang lengkap karena mahasiswa akan mengunggah masing-masing berkas permohonannya. Setelah itu akan melalui serangkaian proses verifikasi di fakultas hingga akhirnya ditetapkan oleh rektor.
“Sebetulnya bukan tergantung verifikasi tim di fakultas, se-validitas apa dokumen yang kalian upload. Jangan sampai ada yang enggak benar, karena di situ juga di diktum kelima rektor bahkan tidak menurunkan atau membebaskan, bahkan menaikkan kalau yang tidak benar,” jelas Abdunnur.
Dia kemudian meminta BEM di setiap fakultas untuk turut mengawal proses tersebut, terlebih untuk menghindari oknum-oknum yang ingin berbuat curang dengan memalsukan data-datanya. Jika dalam tahap verifikasi berkas, rektorat menemukan data yang janggal maka rektor berhak menaikkan besaran UKT mahasiswa yang bersangkutan sebagai bentuk konsekuensi pemalsuan yang dilakukan.
“Kita sepakat tidak ada kenaikan (UKT), kecuali yang nakal,” Masjaya menimpali.
“Yaaa,” balas peserta aksi. (wil/len)