Mahasiswa Fahutan Gelar Aksi Tuntut Ketegasan terhadap Dosen Pelaku Kekerasan Seksual

Mahasiswa Fahutan Gelar Aksi Tuntut Ketegasan terhadap Dosen Pelaku Kekerasan Seksual

Sumber Gambar: Lola/Sketsa

SKETSA - Sebuah aksi datang dari sejumlah lembaga mahasiswa Fahutan Unmul di depan Gedung Rektorat, Kamis (22/8) lalu. Dengan menggaungkan “Merdeka itu Bebas dari Kekerasan Seksual”, aksi ini disinyalir buntut dari permasalahan dosen Fahutan, yang terlibat dalam kasus kekerasan seksual beberapa tahun silam. 

(Baca: Laporan Dugaan Tindak Pidana Kejahatan Terhadap Kesusilaan

Dosen yang statusnya dinonaktifkan sebagai pengajar di Fahutan tersebut, diduga masih berseliweran di lingkungan Unmul, salah satunya dengan munculnya sebuah poster yang menampilkan wajahnya sebagai narasumber dalam suatu agenda di lingkungan kampus. 

...dan dengar-dengar juga, dosen ini, yang tersangka ini, masuk dan mengajar kembali. Ini menjadi suatu pertanyaan, bagaimana terkait penindakan kasus ini apakah tegas ataupun tidak,” ujar Rian selaku ketua Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) Sylva Mulawarman.

Sebelum aksi dilangsungkan, Rian membeberkan bahwa pihaknya sudah mengajukan surat audiensi kepada pihak rektorat. Namun nihil, hingga waktu 2 x 24 jam pihaknya menunggu tanpa ada respons, massa pun langsung dikerahkan menuju Gedung Rektorat dengan mengantongi beberapa tuntutan.

Kami meminta ketegasan dari pihak rektorat agar tersangka tidak masuk dalam lingkup Unmul, dan beliau masuk dalam ranah gerak kejaksaan dan keadilan,” tegasnya saat diwawancarai langsung di Gedung Rektorat (22/8) lalu.

Di tengah aksi, Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia, Umum, dan Keuangan, Sukartiningsih menghadapi massa yang datang. Sebutnya, kasus yang terjadi pada 2021 yang kemudian terkuak pada 2022 itu sudah diproses di kejaksaan.

Namun, para massa sontak naik pitam ketika WR II tersebut menyebutkan bahwa kasus yang sudah lama terjadi tidak usah dibahas kembali.

“Kita harus bekerja keras bersama-sama, jangan sampai jadi pelecehan seksual. jangan mengungkit-ungkit yang lama,” tutur Sukartiningsih yang membuat massa geram pada Kamis (22/8) lalu.

Tanggapan Wakil Dekan III Fahutan

Erwin, selaku wakil dekan III Fahutan yang turut hadir saat aksi berlangsung mengatakan, bahwa ia yang berada di posisi sebagai dosen juga Pegawai Negeri Sipil (PNS), tidak bisa berkomentar banyak atas permasalahan dosen yang masih beraktivitas di lingkungan Unmul tersebut.

Namun, sejauh ini Fahutan memang sudah menyatakan bahwa status dari dosen tersebut dinonaktifkan sebagai bentuk pemutus relasi kuasa antara dosen dengan mahasiswa.

Setelah kejadian pun, tutur Erwin, Fahutan telah mengambil sikap dengan mendengarkan kejelasan dari pihak yang bersangkutan, kemudian mengundang pihak kepegawaian Unmul. Sehingga setelah proses panjang diskusi, diputuskanlah bahwa dosen yang bersangkutan tidak diaktifkan sebagai dosen, baik itu mengajar dalam kelas, maupun membimbing tugas akhir mahasiswa.

“... tapi jika ada kejadian begini pun kami tidak akan diam. Mahasiswa juga sering-sering berkonsultasi (dengan) PPKS biar ada pendamping, walau sudah dewasa,” sebutnya.

Aksi kemudian diakhiri dengan pernyataan sikap dari para lembaga mahasiswa Fahutan dengan sejumlah tuntutan, di antaranya:

  1. Mengecam secara tegas segala aktivitas kekerasan dan pelecehan seksual

  2. Meminta kejelasan hukum bagi dosen yang terlibat kekerasan dan pelecehan di Universitas Mulawarman

  3. Meminta ketegasan birokrasi Universitas Mulawarman dalam mengawasi kasus kekerasan dan pelecehan seksual di Universitas Mulawarman. (lla/npl/tha/ali)