Sumber Gambar: Sari/Sketsa
SKETSA – Perebutan kursi jabatan BEM KM Unmul pada Pemilihan Umum Raya (Pemira) Unmul 2021 kian bergejolak. Rabu (8/12), DPM KM, KPPR, Encik Ahmad Syaifudin, serta masing-masing pasangan calon (Paslon) dan Timses laksanakan sidang mediasi dari gugatan hasil Pemira yang sempat dilayangkan.
Persidangan yang berlangsung sejak pukul 10.00 WITA itu memancing perhatian lantaran digelar secara mendadak. Tak hanya itu, sidang yang dilangsungkan di ruang pertemuan lantai 3 gedung Rektorat Unmul berlangsung secara tertutup dan terbatas. Akhirnya Timses masing-masing kubu terpaksa menunggu di lorong ruangan.
Muktamar yang membahas terkait gugatan hasil Pemira, pemeriksaan alat bukti, dan mediasi keterangan dari seluruh pihak itu rupanya tak berjalan mulus. Hal itu dikarenakan beberapa pihak tidak mendapat kesempatan ruang maksimal untuk berikan penjelasan.
DPM Kecewa
Ditemui media pasca persidangan usai, pukul 23.11 WITA, Muhammad Guntur Saputra Ketua DPM KM akhirnya buka suara. Ia menilai persidangan yang terselenggara saat itu tak memberikan kesempatan yang cukup untuk mengonfirmasi berbagai tudingan yang ada.
“Untuk tanggapannya sebenarnya adanya forum pada hari ini berniat mengonfirmasi tudingan, tapi sangat disayangkan kami tidak diberi ruang maksimal. Diambil alih dengan rektor. kami sebenarnya ingin memberi penjelasan, tapi tidak diberi ruang maksimal untuk mengonfirmasi. Setiap kita mau menyampaikan, selalu suara paling keras yang terdengar. Atas dasar suara keras itu kami kalah suara,” ucapnya di tengah-tengah kerumunan masa.
Tak sampai di situ, ia mengaku pihaknya tidak diberi keadilan lantaran seharusnya DPM lah yang melangsungkan sidang tersebut. Nyatanya sidang diambil pihak rektorat atas dasar pemberontakan peserta sidang yang seharusnya bisa diamankan pihak keamanan agar berlangsung secara kondusif.
“Ada aturan orang yang tidak kondusif bisa dikeluarkan, pak WR 3 itu setuju pendapat mereka (pihak Paslon 01) untuk mengambil alih, padahal ada aturan (kalau) orang yang tidak kondusif, itu bisa dikeluarkan dari persidangan,” terangnya kecewa.
Alih-alih menganggap pertarungan ini usai, Guntur mengaku DPM KM lah yang memiliki wewenang memutuskan sidang. Ia juga tegas berucap bahwa persidangan yang terjadi di hari itu menyalahi aturan dan tidak menunjukkan demokrasi kampus yang sehat.
Terkait tudingan intervensi yang berseliweran selama Pemira, dirinya mengatakan bahwa hal itu tidaklah benar. Sebagaimana UU Pemira Pasal 6, bahwa pihaknya memiliki kedudukan sebagai penanggung jawab yang dalam pelaksanaannya dibentuk menjadi Steering Committee (SC), serta KPPR dan Bawasra berperan sebagai penyelenggara.
“Jadi tudingan intervensi itu ketika mereka melihat kami hadir dalam rapat, padahal tujuan kami di situ mengarahkan, bukan mengintervensi. Itu dapat ditanyakan (melalui) Ketua Bawasra, silakan. Itu tudingan yang belum sempat kami sampaikan (diklarifikasi kepada khalayak). SC itu sifatnya mengarahkan dan harusnya keputusan final (persidangan) di kami,” singgungnya.
Ia juga sangat menyayangkan keputusan rektorat yang mengintervensi dengan mengambil alih persidangan. Seharusnya, keputusan itu ada di tangan DPM KM. Namun, prosedurnya dilangkahi dan langsung diambil alih Encik selaku WR 3 yang jika mengacu pada UU Pemira menyalahi aturan.
Tak ayal ia dan pihaknya akan mengambil upaya hukum, sebab masalah yang terjadi merupakan produk hukum yang dikeluarkan oleh kemahasiswaan. “Nah, itu, kami coba masih mengkaji, apakah produk yang keluar itu dapat kami adukan atau tidak di persidangan.”
Bawasra sebagai pengawas diketahui tidak hadir dalam persidangan kemarin, Guntur mengaku bahwa delegasi mereka ditarik oleh masing-masing fakultasnya. Untuk sementara, DPM KM lah yang bertanggung jawab penuh sebagai pengawas terhadap perhelatan akbar demokrasi kampus ini.
Menilik kejadian vandalisme yang terjadi pada sekretariat DPM KM, ia menuturkan jika hal itu tidak akan terjadi tanpa sebab. “Ya, kalau kita ada peribahasa ya mungkin, enggak ada asap kalau tidak ada api. Nah jadi begini mas, saya perlu sampaikan ini juga sikap kecewa kami gitu ya. Karena pihak rektorat ternyata memisahkan antara kekecewaan dari pihak yang menang saat ini. Kemaren kan mereka kecewa nih berontak segala macam gitu, kan. Itu dipisahkan (tidak dibahas lebih lanjut oleh birokrasi) dengan kehancuran yang terjadi (perusakan sekretariat DPM KM),” rentetnya.
Tak luput ia berharap bahwa kedewasaan dalam berpolitik sangat penting untuk bersaing dalam demokrasi. “Untuk harapannya, ke depannya, bisa lebih dewasa dalam berpolitik dan untuk saat ini saya hanya bisa menyampaikan bahwa kami pada posisi kecewa dengan apa yang sudah terjadi saat ini,” pungkasnya.
Tanggapan Encik
Menanggapi pernyataan DPM atas sempitnya ruang mengklarifikasi, awak Sketsa pun menemui WR 3, Encik. Dirinya mengungkapkan pernyataan Guntur itu tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
“Saya memberi kesempatan (DPM). Tunjukkan terkait bukti, ayat-ayat, dan sebagainya,” sahutnya saat ditemui di ruangannya pada Kamis (09/12) dini hari.
Selain itu, Encik juga berterus terang atas dirinya yang dinilai melampaui ketentuan. Ia beranggapan aturan yang ada itu tidak diimplementasikan dengan seharusnya. Sehingga hal ini perlu ia lakukan semata-mata sebagai bentuk kepedulian. Bahkan seharusnya birokrat tidak perlu ikut campur dalam hal ini.
“Jadi fungsi saya sebagai ayah lah yang harus saya ke depankan dan kepedulian ini lah yang harus saya tunjukan, kalau saya membiarkan terjadi kisruh dan sebagainya di jabatan saya tertulis bagian kemahasiswaan dan alumni.“ ucapnya pada awak Sketsa.
Kendati Pemira ini diwarnai dengan kisruh yang tak sudah, Encik pun tetap mengharapkan ada pendewasaan dalam berdemokrasi dari mahasiswa Unmul, serta menjadikan momen ini sebagai tombak perubahan untuk maju, meski harus tertatih-tatih.
Beda Versi Pemaknaan Demokrasi Kampus
Usai pelaksanaan sidang tertutup itu diakhiri, Paslon 02 Ikzan-Bagus lantas melakukan selebrasi bersama tim pemenangan di halaman depan pintu utama gedung Rektorat Unmul. Dihujani kebahagiaan, Ikzan-Bagus terlihat tersenyum lebar sembari mendeklarasikan kemenangannya.
Ditanya bagaimana proses persidangan di dalam ruangan pertemuan itu, Ikzan memaparkan bahwa WR 3 memfasilitasi Paslon 01 dan 02 serta penyelenggara, untuk memediasi hasil Pemira yang dianggap tidak independen dalam penyelenggaraannya. Tak hanya itu, ia mengungkap bahwa WR 3 memutuskan menolak gugatan pihak Paslon 01.
Ikzan juga mengatakan jika pertimbangannya adalah dalam proses mekanisme pengajuan gugatan itu tidak melibatkan pihak tergugat. Namun, Bawasra memutuskan secara sepihak di dalam lembaganya. Padahal dalam mekanisme persdangan itu harus memanggil pihak tergugat dan penggugat. Namun, dalam hal ini tidak dipanggil dan langsung putusan, dan itu dianggap tidak benar oleh WR 3.
Bagus berpendapat jika semenjak Pemira ini dilaksanakan, memang terlihat bahwa pihaknya sangat diuji.
“Mulai dari pertama kasusnya Ikzan-Kholid waktu itu dan di situ kita sudah mengajukan gugatan. Hingga pada akhirnya, gugatan itu tidak direspons dengan baik oleh KPPR bahkan DPM hari ini. Dari situ kami menyatakan mosi tidak percaya kepada pihak yang terkait bahwasannya apa yang sudah kami jalankan selama Pemira ini tidak dinilai dan direspons dengan baik, hingga pada akhirnya kami mengucapkan mosi tidak percaya kepada DPM,” lugasnya.
“Kenapa misalnya kalau kami mengadu ke rektorat? Karna kami merasa bahwa pihak penyelenggara Pemira tidak memberikan hak kami untuk mempertanyakan putusan seperti apa dan hasilnya seperti apa. Tidak diberikan ruang. Sehingga kepada siapa kami mengadu selain kepada WR 3 yang menengahi kemahasiswaan pada akhirnya," tambah Ikzan saat disinggung mengenai keterlibatan WR 3.
Tak luput, Ikzan juga menanggapi pernyataan DPM KM yang berucap jika pihaknya merasa ditekan dalam forum tersebut. Pihaknya menganggap hal itu harus diperjuangkan sebab fakta di lapangan seperti itu.
Saat ini, Ikzan-Bagus berarap dari hasil mediasi, pihak rektorat segera menetapkan Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Sesuai hasil rekapitulasi suara tanggal 30 November kemarin yaitu Ikzan-Bagus yang memenangkan dengan keunggulan 22 suara.
“Kami mengucapkan banyak terima kasih, 4.462 suara yang hari ini diberikan oleh Ikzan-Bagus merupakan bagian dari mahasiswa Unmul. Kami berharap kepada kawan-kawan semua. Mohon doanya, mohon dikawal sampai tuntas dan bisa mengembalikan demokrasi yang seharusnya ada di Universitas Mulawarman."
Beralih ke kubu Paslon 01 yakni Joji-Indra, Sketsa turut menghubungi Andi Indra Kurniawan pada Kamis (9/12), untuk mencari tau pandangannya terhadap proses mediasi tersebut. Dari sudut pandang pihaknya, Paslon 01 telah menyampaikan aspirasi sesuai isi pembahasan yaitu gugatan Paslon 02 terhadap keputusan dari Bawasra, yakni mengurangi 200 suara dari Paslon 02 akibat pelanggaran yang dilakukan oleh salah seorang Timsesnya.
Tak hanya itu, Indra mengungkap bahwa pihanya merasa sangat kecewa dan tidak puas atas hasil mediasi semalam. Menurutnya, WR 3 mencederai independensi dari proses berjalannya demokrasi kampus. Ia berucap jika DPM KM lah yang punya legalitas memimpin mediasi.
“WR 3 terkesan terburu-buru dan memaksakan keadaan dalam mengambil keputusan. Beliau bersikeras untuk mengambil keputusan malam itu juga. Namun, kondisi audiens forum saat itu sudah lelah. Padahal kita tahu, bahwa keputusan yang diambil dalam kondisi lelah tentu tidak akan maksimal hasilnya. Seolah-olah WR 3 dalam tekanan yang memaksa beliau harus mengambil keputusan malam itu juga,” paparnya.
Indra menilai campur tangan pihak rektorat dalam Pemira ini merupakan langkah yang kurang tepat. WR 3 bisa mengamankan mediasi tanpa harus mengambil alih. Namun, di lapangan WR 3 dinilainya terlihat panik dan akhirnya mengambil alih mediasi.
“Proses pengambilan keputusan seharusnya mengacu pada AD/ART KM Unmul, namun WR 3 tidak memahami secara komprehensif isi dari AD/ART KM Unmul. Padahal, Ketua DPM telah berupaya menjelaskan ke pihak rektorat, namun tetap saja beliau kurang memahami. WR 3 juga kurang tegas dalam mengontrol tertibnya jalannya sidang sehingga kondisi dalam ruangan kurang kondusif,” cecarnya.
Indra juga mengatakan jika ia dan timnya akan kembali memperjuangkan hal ini karena menilai langkah yang diambil bukanlah hasil dan keputusan final. Ia juga berharap bahwa proses pengambilan keputusan haruslah sesuai dengan aturan yang ada, yakni AD/ART KM Unmul. (fzn/vyn/sar/rst)