SKETSA – Setiap fakultas memiliki cara tersendiri dalam hal penanganan absensi mahasiswanya. Di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) absensi diambil dan dikembalikan kepada jurusan masing-masing dengan penerapan yang berbeda. Namun, nahas mahasiswa yang mengambil mata kuliah Aplikasi Komputer dan Sistem Informasi Akuntansi harus menelan kekecewaan lantaran nilai yang diterima adalah 10 alias E karena absen yang tiba-tiba hilang.
BW, inisial Ketua Tingkat (Kating) mata kuliah Aplikasi Komputer menjelaskan bahwa mata kuliah Aplikasi Komputer diajarkan oleh dua dosen, yakni berinisial R dan ISK.
Kepada Sketsa, BW coba menguraikan kronologis hilangnya absensi mata kuliah tersebut.
Pada 23 Oktober 2017 lalu, kata BW adalah hari Ujian Tengah Semester mata kuliah ini. Itu artinya berakhir sudah pertemuan dengan dosen pertama, R. Pertemuan berikutnya digantikan oleh dosen kedua, ISK. Perkuliahan pun sempat tertunda kerena ISK sedang berada di luar kota.
Pertemuan kedua pada 6 November 2017, ISK kembali tidak hadir namun meminta mahasiswa untuk mengisi absensi. Setelah semua mahasiswa menandatangani absen, BW pun mengembalikannya ke jurusannya, Akuntansi. Pertemuan ketiga berlangsung pada 13 November 2017, ketika BW bermaksud mengambil absen di jurusan, ternyata absen sudah raib.
Pihak staf jurusan mengatakan kemungkinan absen dibawa oleh dosen sebelumnya, R. BW lalu menemui R, namun dia mengaku tidak membawa absen mata kuliah tersebut. BW akhirnya melapor kepada ISK.
Mengetahui absen hilang, ISK mengambil langkah tegas. BW dan teman-temanya diberi waktu seminggu untuk mencari.
“Kita buat kesepakatan, apabila absen sampai minggu depan belum kalian temukan, maka saya akan memberikan nilai 20 (dan itu akan dipotong setengah oleh sistem menjadi 10) dengan catatan tidak ada perkuliahan lagi sampai UAS kalian cukup mengumpul 2 tugas yang sudah saya berikan,” ujar BW menirukan ucapan ISK.
ISK pun mengatakan apabila mereka tidak puas dengan nilai yang diberikan dan ingin melaporkan hal ini kepada Dekan FEB. ISK menawarkan solusi untuk datang bersama-sama menghadap dekan. ISK memang dikenal sebagai dosen dengan pribadi yang tegas dan disiplin.
Seminggu berlalu, absen tersebut masih belum ditemukan keberadaannya. Beruntung hari itu ISK kembali tidak dapat mengajar sehingga BW kembali memiliki waktu untuk mencari. Dengan demikian, BW telah menghabiskan waktu dua minggu untuk mencari absensi.
“Semingguan itu lemari di jurusan sudah dibongkar dan tetap enggak ada. Enggak lama, dari jurusan mengatakan sudah selesai. Saya kira sudah ketemu dan diberikan ke dosen, ternyata, kami dibuatkan absen baru,” jelas BW.
Setelah itu, perkuliahan berjalan kembali namun ISK enggan menggunakan absen baru. ISK bersikukuh ingin menggunakan absen yang lama dan kembali menegaskan akan memberikan nilai 20 yang akan dibagi 2 jika absen lama tetap tidak ditemukan.
ISK menjelaskan bahwa hilangnya absen merupakan hal yang lumrah terjadi. Biasanya absen akan dibuang oleh kakak tingkat yang Tidak Boleh Ujian (TBU) dengan mengorbankan seluruh pengampu mata kuliah. Namun faktanya di kelas itu tidak ada mahasiswa yang TBU. Ia berdalih seharusnya kating bisa menjaga absen kelas, karena itu merupakan tanggung jawabnya.
“Kalau menjaga itu artinya sejak kami mengambil dan mengembalikan absen. Setelah itu bukan tanggung jawab kating lagi. Terus bapaknya bilang kalau itu sudah risiko menjadi kating. Bapaknya enggak mau terima alasan,” ucap BW.
Ia tak patah arang. Dia terus berupaya mencari absen, bahkan telah mendatangi Wakil Dekan I, Fesilitas Defung. Awalnya Defung berniat membantu dengan meminta BW untuk menuliskan kronologis kejadian, kemudian ia sendiri akan berunding dengan prodi mengenai hal ini. Namun, setelah beberapa hari Defung tidak dapat ditemui karena bertugas di luar kota. Hingga seminggu kemudian, Ike Nilawati, salah satu rekan BW menemui Defung.
Dari pertemuan itu, Defung mengatakan bahwa ini merupakan tanggungan prodi. Defung akhirnya lepas tangan menangani kasus ini. Ia menyarankan untuk melaporkan hal ini ke prodi.
“Keke bilang di grup kalau Bu Defung sudah lepas tangan dengan kasus ini. Dari prodi kami disarankan untuk tetap mencari karena katanya itu salah kami,” sesal BW.
Disela-sela waktu mencari, BW kerap meminta kepada ISK agar kelasnya tidak diberikan nilai 10. ISK akhirnya menyuruh BW menggunakan absen baru agar segera ditandatangani sesuai dengan jumlah pertemuan dan mengambil DPNA.
Daftar hadir tersebut ditandatangani agar mereka mendapat nilai 10. Nilai tersebut bukan karena tidak mengikuti perkuliahan, akan tetapi karena tidak lulus mata kuliah. Terhitung sudah ada lima kali perkuliahan. ISK kembali menegaskan bagi yang ingin mendapat nilai 10 harus mengumpul tugas. Sedangkan yang tidak mengumpulkan tugas tidak akan diberi nilai sama sekali.
“Saya datang lagi, bapaknya bilang masalah itu sudah selesai. ‘kamu mau saya keluar sendiri atau saya keluarkan’ bapaknya bilang gitu ke saya. Diusir dengan cara seperti itu,’’ ujar BW.
Hingga pada 4 Januari lalu, nilai mata kuliah Aplikasi Komputer telah keluar. Dan kelas BW sama rata mendapat nilai 10. Sementara daftar hadir baru dan DPNA masih berada di tangan BW.
Berbagai upaya telah dilakukan BW dan teman-temannya. Begitu pula BEM FEB beniat menjembatani, apabila usaha berunding tetap tak membuahkan hasil, mereka akan melakukan aksi yang berisikan tuntutan.
BW juga telah menyampaikan keluhannya pada agenda Bincang dengan Dekan FEB Syarifah Hudayah Senin (8/1) lalu. BW kembali diminta menuliskan surat resmi kronologis hilangnya absen. Dalam surat tersebut BW yang mewakili rekan-rekannya menyampaikan tiga buah tuntutan.
Pertama, mereka berharap mendapat perkuliahan yang sesuai dengan jatah serta menjalani UAS sebagai mekanisme kampus dan mendapatkan nilai sesuai dengan kemampuan mahasiswa.
Kedua, pihak kampus dapat memberikan solusi terbaik karena nilai dari suatu mata kuliah dapat menentukan IP dan jumlah SKS yang dapat kami ambil di semester selanjutnya. Dan ketiga, pihak kampus terkhusus jurusan Akuntansi, dapat memperbaiki sistem pengambilan absen bagi mahasiswa, sehingga kejadian masalah mengenai absen yang hilang tidak terulang kembali.
Di saat yang bersamaan, salah satu mahasiswa terkait yang tidak ingin disebutkan namanya memberikan pendapatnya. “Jujur saja saya kecewa. Tidak seharusnya dosen menyamaratakan nilai kami semua. Toh absen itu hilang bukan di tangan kami ataupun kating,” ujar mahasiswa angkatan 2016 ini.
Ketika Sketsa menyambangi langsung prodi Akuntansi, beberapa staf administrasi Prodi Akuntasi mengatakan bahwa absen diambil dan dikembalikan oleh kating di tempat yang sudah disediakan.
Para staf ini juga menambahkan bahwa sistemasi yang mereka miliki sedikit berbeda dengan prodi lain seperti Manajemen. Di mana prodi Manajemen pengambilan absen haruslah mencatat nama, nomer telepon, hingga menyerahkan KTM sebagai bukti.
Berbeda dengan prodi Akuntasi, proses pengambilan dan pengembalian absen ini diserahkan sepenuhnya kepada kating. “Kami bahkan hafal wajah-wajah kating di sini jika ada yang ingin mengambil absen,” papar salah satu staf administrasi prodi Akuntansi yang tidak ingin disebutkan namanya.
Terlepas dari itu semua, hingga berita ini diturunkan belum ada kejelasan mengenai bagaimana nasib absen yang hilang juga nasib para mahasiswa yang memeroleh nilai 10. Syarifah belum dapat dimintai keterangan karena mengaku masih memiliki kesibukan. Sedangkan ISK sendiri hanya membaca pesan daring yang dikirim awak Sketsa saat meminta waktu wawancara. (ann/sut/els)
---------------------
UPDATE
Setelah mempertimbangkan Redaksi Sketsa memutuskan untuk mengganti inisial narasumber dan nama dosen bersangkutan.