Hari Besar

Korupsi dari dalam Negeri hingga Mendunia

Hari Anti Korupsi yang diperingati setiap tanggal 9 Desember. (Sumber ilustrasi: sketsaunmul)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - Ratu Atut Chosiyah, Andi Malarangeng, Muhammad Nazaruddin, Akil Mochtar dan Irjen Djoko Susilo menjadi beberapa di antara nama yang sempat tren di Indonesia. Bukan karena prestasi, melainkan karena tersandung skandal korupsi. Tindakan menyeleweng ini memang dapat menjerat siapa saja tanpa terkecuali. Bahkan dari akademisi, politisi, hingga lintas polri.

Korupsi tak hanya menjadi penyakit di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis World Economic Forum (WEF), negara di dunia dengan predikat paling korup berada di Afrika, Amerika Tengah, dan Timur Tengah. Sementara itu, berdasarkan laman liputan6.com, ada enam nama yang dicatat sebagai koruptor kelas dunia. Di antaranya Sani Abacha, Saddam Hussein, Slobodan Milosevic, Mobutu Sese Seko, Ferdinand Marcos, dan Presiden Indonesia Soeharto ditempatkan di posisi pertama. Soeharto diketahui telah menggelapkan uang sebesar 15-35 miliar dolar AS selama 32 tahun ia berkuasa.

Merugikan berbagai aspek, dunia ikut menyorot dan mengecam tindakan ini. Bukti keseriusan untuk memerangi korupsi salah satunya dengan diperingatinya hari ini (9/12) sebagai Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia). Melalui website tribunnews.com, peringatan ini dimulai setelah Konvensi PBB Melawan Korupsi yang digelar pada 31 Oktober 2003 untuk meningkatkan kesadaran anti korupsi. Melalui resolusi 58/4 pada 31 Oktober 2003, PBB menetapkan 9 Desember sebagai Hari Anti Korupsi Internasional.

Di Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga penting dalam menuntaskan korupsi melakukan serangkaian kegiatan menyambut Hakordia. Acara yang dibuka langsung oleh Presiden Joko Widodo ini digelar selama dua hari, mulai dari Selasa (4/12) hingga Rabu (5/12) lalu.

Dikutip dari tirto.id, di antara kegiatannya ialah penandatanganan komitmen 16 partai politik terkait implementasi sistem integritas partai politik. Ada juga lelang barang gratifikasi dan konferensi internasional dengan korupsi politik. Selain itu juga akan dihelat pameran anti korupsi dari sejumlah kementerian, lembaga, dan pemerintah. Serta peluncuran buku.

Perilaku korupsi bukan hanya dilakukan oleh mereka kaum berdasi, tapi juga dapat kita temukan sebagai mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari. Sering titip absen tanpa alasan yang jelas jadi salah satunya. Hal yang sering dilakukan beberapa golongan mahasiswa ini secara tak sadar merupakan bibit korupsi. Memang secara kasat mata tindakan itu tidak merugikan mahasiswa bersangkutan, namun menghilangkan nilai kejujuran.

Selain itu, plagiat juga menjadi contoh lain dari korupsi. Mengatasnamakan buah pikir penulis lain sebagai karyanya dengan tidak menyantumkan sumber merupakan tindakan yang merugikan. Copy-paste tulisan dari internet dipilih menjadi langkah ringan tanpa harus repot memikirkan.

Sebagai generasi penerus bangsa, sudah seharusnya kita mulai membawa perubahan dimulai dari diri sendiri. Mengetahui tindak tanduk korupsi dan tak terus membiarkannya berkembang hingga merambat ke aspek yang lebih kompleks. Mulailah bangga dengan karyamu sendiri, mulailah menjadi apa adanya agar kelak tak menjadi kalap dan merugikan orang lain. (adl/els)



Kolom Komentar

Share this article