Bagian Terakhir: Panglima Legenda Talawang
Cerpen mahasiswa Unmul
- 21 Sep 2022
- Komentar
- 1192 Kali
Sumber Gambar: Dokumen Pribadi
Para pengawal yang sibuk menangani para hewan, meninggalkan Panglima dan Ferdinan sendirian. Babak kedua dimulai. Situasi berbalik, Ferdinan terus mengelak serangan dari Panglima. Ritual Belian yang dilakukan Panglima sangat menguntungkannya. Tebasan demi tebasan terus dilayangkan oleh Panglima. Ruangan dipenuhi darah para pengawal dan hewan yang gugur.
Disisi lain, Feronika menemukan Agni yang terikat pada ruang bawah tanah dan berusaha membebaskannya. Kelegaan terpancar pada wajah Agni ketika yang datang bukanlah salah seorang pengawal Ferdinan.
"Kau dengar suara itu?" tanya Agni mendengar erangan para Bekantan dan para pengawal.
"Tentu saja. Kita harus pergi dari sini," Feronika melepaskan ikatan Agni.
"Aku harus menemui suamiku. Ia pasti khawatir," ucap Agni.
"Suami anda adalah orang terakhir yang harus anda khawatirkan. Ia menyuruh saya membawa anda keluar dari sini," Feronika menarik tangan Agni.
"Tuan, Agni berhasil kabur bersama Feronika," ucap seorang pengawal yang kemudian mati diterkam oleh Macan Dahan.
Panglima memanfaatkan Ferdinan yang lengah. Dengan sekali pukulan, Ferdinan terjatuh dan darah mengucur dari hidungnya. Panglima merebut Talawang darinya.
"Kau tidak berhak atas perisai ini. Dan jangan sekali-kali kau sentuh keluargaku lagi, apalagi Feronika," ucap Panglima yang berlalu pergi dengan kemenangannya.
Tidak ada seorangpun pengawal yang tersisa. Semuanya tewas dan menjadi bulan-bulanan hewan liar yang membantu Panglima. Ferdinan sadar akan kekalahannya dan berusaha mengulur waktu sampai bom melakukan tugasnya.
"Kau tahu? Feronika benar tentang mu. Kau adalah orang paling bodoh yang pernah kutemui," ucap Ferdinan diiringi gelak tawa.
Langkah Panglima terhenti. Ia membalikkan tubuhnya. Mandau melayang dan terhenti tepat di depan wajah Ferdinan.
"Oh, ia tidak memberitahumu? Feronika adalah adikku," Ferdinan bernada manipulatif.
Panglima mencoba mengacuhkan omong kosong Ferdinan dan berlalu pergi.
"Feronika Evelyn Bura. Dia adalah putri dari Fransiskus Bura yang kau bunuh sepuluh tahun lalu tepat di gudang ini," Ferdinan tersenyum sinis.
"Kau pembohong," kekecewaan mulai memasuki diri Panglima
"Kau tidak curiga? Bagaimana ia bisa tahu banyak soal perusahaan ini, Pune? Kenapa Bura Husada selalu digambarkan dengan baik melalui media? Ia yang mengendalikan media, dasar bodoh," tawa Ferdinan.
Kenaifan mulai meninggalkan Panglima.
"Tanyakan ini pada dirimu, siapa yang menanamkan ide tentang keberadaan kami di gudang ini padamu, Pune?" Ferdinan berusaha berdiri dengan susah payah.
Agni datang menghampiri Panglima dan nampak terkejut dengan penampilan suaminya.
"Kau tidak apa-apa, Agni? Dimana Feronika?" tanya Panglima.
"Entahlah, Pune. Kami terpisah ketika berusaha kabur," jawab Agni.
Kebingungan terpancar semakin jelas pada wajah Panglima. Hewan-hewan yang masih hidup berbaris di samping Panglima. Disisi lain, Ferdinan tertatih sendirian.
"Ayolah, Pune. Bunuhlah aku. Dan seluruh aset kekayaan Bura Husada akan jatuh ke tangan Feronika. Menurutmu kenapa ia begitu berambisi menjatuhkanku?” Ferdinan terhibur dengan kepolosan Panglima.
Layar tablet milik Ferdinan menyala dan menampilkan sesuatu.
"BERITA TERKINI, KASUS PEMBANTAIAN PARA PENEBANG HUTAN SEPULUH TAHUN LALU MENEMUKAN TITIK TERANG. PELAKU DISINYALIR BERNAMA PUNE, BERUSIA 27 TAHUN. IA TURUT BERTANGGUNG JAWAB ATAS PEMBUNUHAN DIREKTUR PT. BURA HUSADA, FERDINAN EDWIN BURA."
Ferdinan dan Panglima saling memandang. Senyum pada wajah Ferdinan semakin melebar.
"Kau masih memerlukan bukti lain?" tanya Ferdinan.
Panglima akhirnya sadar dia telah dikhianati. Agni turut memancarkan kebingungan seperti suaminya. Akhirnya, Panglima mengambil langkah lain.
"Pada masa-masa sulit, kita selalu memiliki dua pilihan. Membalaskan dendam atau memaafkan. Aku tidak akan membunuhmu, Ferdinan." Panglima dan Agni pergi meninggalkannya.
Hewan-hewan yang selamat turut berhamburan ke luar gudang meninggalkan Ferdinan. Usahanya mengulur waktu gagal. Bom yang dipasangnya tidak kunjung meledak. Ia mengambil tabletnya dan menghubungi pengawalnya.
"Keparat itu tidak jadi menghabisiku. Bagaimana aku mematikan bom ini. Cepat atau kau yang kuledakan!!" Ferdinan berjalan ke arah bom yang akan meledak dalam waktu satu menit itu.
"Bom hanya dapat dimatikan secara langsung, tuan. Bukalah tutup di belakangnya," jawab pengawal itu.
"Selagi aku masih hidup. Tidak akan kubiarkan gudang dan aset disini terbuang begitu saja," Ferdinan yang membuka tutup pada bom itu.
"Selanjutnya, tuan. Dengarkanlah dengan seksama.” ucap pengawal itu.
Ferdinan menyimak dengan seksama. Keringat mengucur dari keningnya. Ia menunggu ucapan dari pengawalnya.
“Potonglah kabel yang berwarna hijau, tuan," ucap pengawal tersebut.
Pemandangan yang begitu indah pada hutan Nyuatan. Matahari baru nampak dari timur dan ditemani langit kemerahan. Pune dan Agni sudah berjarak beratus meter jauhnya. Kemudian, terdengar bunyi ledakan dari gudang yang baru mereka tinggalkan.
Nampaknya, seseorang memotong kabel yang salah. Setelah membongkar identitas Panglima kepada media, Feronika mempersiapkan dirinya untuk menjadi direktur Bura Husada yang baru. Disamping itu semua, Pune harus kembali menjalani hidupnya sembari menjadi buronan pihak berwajib.
Ditulis oleh F. Sandro Asshary, mahasiswa Sastra Inggris FIB 2019