Suara Azis Atas Hak Istimewa dari LP2M
Abdul Azis menyambangi sekretariat LPM Sketsa, Kamis (5/4) kemarin. Azis membawa lembaran bukti rinci hasil audiensi ketiga KKN 43. (Sumber foto: facebook.com/AzisAzisBeddu)
- 07 Apr 2017
- Komentar
- 2541 Kali
SKETSA – Sekitar pukul 14.00 Wita, Abdul Azis menyambangi sekretariat LPM Sketsa Kamis (5/4) kemarin. Azis membawa lembaran bukti rinci hasil audiensi ketiga KKN 43 termasuk gambar percakapan dirinya dengan beberapa mahasiswa yang senasib, yakni telah lebih dulu berkoordinasi dengan pihak desa, padahal imbauan LP2M mengharamkan itu. Itu sekaligus menjadi bukti bahwa ia tidak sendiri.
Wakil Ketua BEM FKTI itu datang memberikan klarifikasi atas pemberitaan yang diterbitkan Sketsa pada Jumat malam, 31 Maret lalu terkait ia yang diberikan hak istimewa oleh LP2M. Azis membantah dirinya setuju diberikan kekhususan itu. Ia mengklaim justru sedang memperjuangkan nasib mahasiswa yang bernasib sama. Kendati begitu, Azis mengakui kesalahannya yang telah melangkah lebih jauh dan salah kaprah dalam mencerna informasi yang diterbitkan LP2M.
Ia berharap, jika kelak bukan kelompoknya yang mendapatkan desa tujuannya itu, kelompok lain bisa melanjutkan program yang telah dirancangnya bersama desa.
“Okelah saya akui saya salah mengambil tindakan. Tapi, waktu itu saya menolak kalau kata si Naga (Fitriani Sinaga, Wakil Ketua LEM SYLVA) yang di dalam forum ini saja (yang diberi keistimewaan). Saya katakan tidak bisa seperti itu. Kita harus melihat kelompok lain yang sudah memiliki desa juga. Hanya saja mereka takut untuk muncul. Tapi, kalau saya pantau di grup KKN itu sudah banyak kok yang memiliki desa dan berkoordinasi. Kalau begini kan sebenarnya bukan cuma saya saja. Kebijakan yang saya minta adalah memperhatikan teman-teman yang sudah berkoordinasi,” ungkapnya.
Adapun, kesimpulan akhir audiensi adalah LP2M memberikan kebijakan kepada kelompok yang sudah telanjur berkoordinasi untuk dikumpulkan dan ditangani oleh BEM KM Unmul atau Jaringan Advokasi Mulawarman. Namun, itu ditolak pihak Azis jika tidak disertai surat dari LP2M.
“Karena kami tidak mau bergerak juga tanpa dasar surat. Dahlia (Dahlia Hariyati, Dirjen Kesejahteraaan Mahasiswa Kementerian Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa BEM KM Unmul) kayaknya sudah berkoordinasi tapi pihak LP2M tidak mau mengeluarkan atau seperti apa saya juga bingung,” tukasnya.
Muara Kisruh Kebijakan Satu Desa Satu Kelompok
Azis mengakui dialah yang melempar rekomendasi bahwa desa di Muara Kaman Ulu sana, lokasi yang ia tuju, membutuhkan sekitar dua atau tiga kelompok KKN. Tapi, kembali lagi kepada aturan, jika memang diterapkan kebijakan satu desa satu kelompok, pihak desa yang ia tuju mesti bisa lapang dada.
Tetapi, pernyataan Azis itu berbuntut panjang sekalipun ia tidak meminta LP2M mengubah kebijakannya. Ibarat esa hilang dua terbilang, pembahasan yang kian panjang tanpa disangka menuai tunas perkara KKN yang baru.
“Saya malah menyepakati satu desa satu kelompok, supaya jangan berubah dari sistem di awal. Saya hanya menyampaikan rekomendasi dari desa, kalau tidak disepakati ya tidak masalah. Tapi, kemudian yang membuat ribet justru LP2M yang coba mengasah penyampaian saya ini,” aku Azis.
Yang Justru Meminta Kebijakan Istimewa dan Pra Koordinasi ke Desa
“Yang meminta (diistimewakan) itu adalah Presiden BEM KM dan Wakil LEM SYLVA, bukan saya. Malah saya tidak sepakat dispesialkan. Pak Norman dan Naga kemarin yang bilang biar yang di dalam forum ini saja. Tapi bagi saya, kalau saya diberikan toleransi, maka yang lain pun juga diberi, jika saya tidak mereka pun tidak. Saya meminta keadilan,” kata Azis.
Kemudian nama lain yang juga ikut muncul adalah Daniel, salah satu anggota Jaringan Advokasi Mulawarman. Selain meminta hak istimewa, dia juga mendesak LP2M untuk mempercepat pengumpulan surat bagi kelompok KKN yang telah berkoordinasi dengan desa untuk mengumpulkannya ke LP2M. Daniel sendiri telah melakukan koordinasi dengan Desa L4.
“Di sini dia mulai ndak jelas ngomongnya,” kata Azis membacakan perkataan Daniel dalam audiensi.
Azis membantah dirinya bergerak tanpa sepengetahuan LP2M. Bersama kelompoknya, Azis menyatakan telah mengomunikasikan perihal ini kepada Sjaifudin, bagian helpdesk KKN. Mestinya, kata Azis, LP2M mengeluarkan surat berisi aturan resmi terkait larangan untuk tidak berkoordinasi ke desa secara jelas jauh-jauh hari.
Indera Azis menangkap tafsir larangan koordinasi tersebut disebabkan kekhawatiran akan terjadi apa-apa saat mahasiswa menuju lokasi KKN. Selain itu, skema yang memuat tulisan “bisa memilih lokasi sendiri” menurut Azis berarti memilih sekaligus menetapkan alias berkoordinasi. Berangkat dari hal itulah, kelompoknya bergerak mantap menuju Muara Kaman Ulu.
Dua kali sudah Azis berkoordinasi dengan pihak desa bahkan berlangsung sejak 10 Maret silam. Adanya kebijakan satu desa satu kelompok dan larangan berkoordinasi membuat Azis dan kawan-kawan akhirnya mau tidak mau harus lapang dada dan kembali mengikuti sistem yang telah ditetapkan.
“Kami diminta mendaftar online dulu, SKS mencukupi, lalu ketua kelompok menyerahkan nama kelompok dan nama desa. Setelah itu LP2M akan mengoordinasikan ke Pemda setempat. Saya paham aturan itu, saya sampaikan ke kelompok saya bahwa kita harus lalui proses ini dan tidak ada yang spesial,” ucapnya.
Informasi dari Sjaifudin bahwa adanya non acak merupakan akibat dari adanya kelompok yang telah berkoordinasi, membuat Azis kian berani bergerak.
“Otomatis kalau seperti ini kita bisa saja berkoordinasi dengan pihak desa. Itu penangkapan saya. Saya tidak tahu. Kalau dibilang kesalahan, okelah ini kesalahan saya. Padahal saya sering ikut audiensi tapi saya tidak menangkap,” imbuhnya.
Larangan berkoordinasi bagi Azis datang terlambat. Meski begitu, ia tak ingin menyalahkan siapa-siapa. Baik itu LP2M, media yang telah menyampaikan informasi, maupun kelompoknya yang kadung bergerak sekalipun tak sendiri. Bagi Azis, LP2M mesti tegas akan kebijakan bahkan perlu menyebarluaskannya hingga ke fakultas.
Bisik-Bisik dengan Sjaifudin
Kepada Sketsa, Azis mengaku absen dari konsolidasi yang digelar Jaringan Advokasi Mulawarman sebelum audiensi ketiga dihelat. Sebab itu, ia tidak ingin bicara banyak. Namun, tekad itu goyah manakala terjadi pembahasan yang membingungkan antara Presiden BEM KM Unmul Norman Iswahyudi dengan jajaran LP2M. Berbekal bobrok KKN tahun lalu, Azis memutuskan angkat bicara.
“Saya mempertegas untuk ditetapkan kuota di non acak. Jangan sampai orang lari ke non acak semua seperti yang terjadi di tahun 2016 kata Indra (Indra Cahya Pramukti, Menteri Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa BEM KM Unmul) di Samarinda sampai numpuk kelompok dan tidak ada kerjaan. Saya berharap ini tidak terjadi kembali di tahun ini,” ucapnya.
Azis tersentak saat namanya disebut pula oleh Sjaifudin dengan perkataan bahwa ia "tak beres".
“Ketika kami bicara bisik-bisik itu, Pak Nanang tidak ada bilang saya tidak beres. Tidak ada juga menjelaskan larangan berkoordinasi dengan desa. Dia bahkan tarik tangan saya. Saya punya rekamannya itu yang bisik-bisik,” ujar Azis. (aml/wal)