Berita Kampus

Program Simulator SCADA Rusak Total, Keran Water Fountain Banyak yang Tak Berfungsi

Keterbatasan bahan baku air dan rusaknya program yang memurnikan air membuat water fountain di Unmul tidak bisa digunakan serta tidak layak minum

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Mega/Sketsa

SKETSA — Mahasiswa Unmul yang kerap menyambangi perpustakaan atau Taman Unmul mungkin sudah tak asing dengan eksistensi keran air yang satu ini. Menurut penuturan Bohari Yusuf, Mantan Wakil Rektor IV Periode 2018-2022 pada live streaming PKKMB 2022 lalu, terdapat 11 fasilitas keran air minum atau water fountain yang tersebar di kawasan Unmul.

“Ada sebelas titik yang langsung bisa diminum (air dari keran water fountain-nya) di beberapa tempat di gedung-gedung tadi. Lalu, di gerbang ada satu, kemudian di tengah taman ada dua,” tutur Bohari pada siaran langsung PKKMB Unmul 2022 lalu.

Awak Sketsa pun sempat menilik lokasi yang telah disebutkan Bohari dan menemukan 10 dari 11 titik water fountain yang ada. Dari kesepuluh titik tersebut, hanya ada satu keran yang berfungsi, yaitu keran yang berada di Science Center FMIPA dan satu keran yang rusak di Taman Unmul.

Hanya Dialirkan ke Fasilitas Tertentu

Untuk memperoleh informasi lebih lanjut, awak Sketsa kemudian menghubungi Nataniel Dengen, Wakil Rektor bidang Perencanaan, Kerjasama, dan Hubungan Masyarakat. Berdasarkan penuturannya, keran tersebut ditutup akibat para pengguna yang kerap kali lupa mematikannya sehingga air dibiarkan terus mengalir. Imbuhnya, kapasitas pengairan water treatment plant pun hanya difokuskan pada fasilitas-fasilitas penting di Unmul.

“Ini adalah proyek yang dilakukan dari Islamic Development Bank (IsDB) dan water treatment-nya ada di atas sana (dekat Gedung FISIP). Proyek IsDB hanya diperuntukkan untuk gedung-gedung yang dibuat oleh IsDB. Tapi, dalam perjalanannya akses air dibuka ke semua fakultas, sehingga dalam hal ini berkuranglah bahan baku untuk menyuplai semua,” terang Nataniel ketika diwawancarai oleh Sketsa pada Jumat (26/5) lalu.

“Itu satu kendala yang kita hadapi. Dalam hal ini, banyak titik-titik yang tidak penting, jadi kita tutup (alirannya) supaya air berfungsi maksimal ke semua yang digunakan,” sambungnya.

Nataniel mengungkap bahwa pihak Rektorat Unmul kini ini tengah berencana untuk membangun water treatment plant baru di sekitar FKM dan FH.

“Kita sekarang sedang dalam tahap perencanaan. Namanya, perencanaan ini di-engineering-nya, jaringan-jaringannya, dibutuhkan oleh setiap gedung sedang kita proses. Supaya kita tidak salah menciptakan water treatment, tadi lihat (di) FKM sama Farmasi di sana, itu 'kan kita menciptakan kolam di bawah. Itu memang sengaja kita desain dulu sebagai suatu sumber air yang bisa kita serap. Itu terlihat lebih bersih dibanding air sungai.”

Rahim selaku Kepala Pengawas Water Treatment Plant juga turut buka suara. Dirinya menyebut, saat ini kandungan air yang telah diproses oleh water treatment plant masih terdapat kandungan zat besi yang cukup tinggi. Alhasil, air tersebut tidak disarankan untuk diminum.

“Diambil sampelnya tiap hari. Bukan pengujian, tetapi hanya untuk cek kadar potential of hydrogen (pH) jangan sampai di bawah tujuh atau minimalnya enam sampai delapan. Sebetulnya, bisa diminum, tapi kami tidak menyarankan karena zat besinya masih tinggi,” terang Rahim.

Rahim menambahkan bahwa sebelumnya, air di dalam keran itu sudah dapat diminum. Namun, karena program simulator Supervisory Control and Data Acquisition (SCADA) yang sedang rusak, proses pemurnian air harus dilakukan secara manual sehingga air yang dihasilkan tidak dapat semurni ketika simulator SCADA masih berjalan secara normal.

“(Airnya tidak sebersih dahulu) karena kontrol SCADA rusak total. Kalau nyala, bisa diminum (airnya). Tapi, karena (permunian airnya) masih manual, kita harus begadang sampai jam satu atau dua malam. Kalau ada simulator SCADA, jadi lebih enak. (Proses pemurnian airnya) ditinggal saja bisa. Sekarang harus dijaga terus karena pencampurannya harus diawasi.”

Pihak water treatment plant pun sudah mencoba melaporkan kerusakan program simulator SCADA kepada pihak Rektorat, namun hingga kini, pihaknya masih menunggu tanggapan. 

Tanggapan dari Mahasiswa

Awak Sketsa turut meminta tanggapan dari sejumlah mahasiswa terkait fasilitas water fountain tersebut. Hasilnya, tak semua mahasiswa menyadari keberadaan dan fungsi dari fasilitas tersebut. 

Aidio Parulian, Mahasiswa Prodi Hubungan Internasional mengaku belum mengetahui jika air di dalam water fountain tersebut bisa diminum.

“Saya tidak tahu (jika airnya bisa diminum). Saya juga baru tahu dari pertanyaan ini. Kalau mencoba, sih, saya belum pernah, karena saya juga baru tahu, dan untuk melihat juga saya belum pernah. Kalau sudah teruji dengan baik, mungkin boleh untuk coba-coba (diminum). Namun, tidak untuk digunakan sehari-hari,” aku Aidio kepada Sketsa pada Kamis (25/5) lalu.

Aido menilai jika keberadaan keran air tersebut tidak begitu penting. “Bagus, sih, semisal kalau haus tinggal minum di situ, tidak perlu lagi mengeluarkan uang untuk berbelanja air di kantin. Apalagi buat mahasiswa yang ngerantau itu lumayan bikin irit kantong ekonomi mahasiswa. Kalau dibilang penting, menurut saya tidak terlalu, ya, karena itu bukan suatu hal yang urgent, karena untuk di kampus saya (FISIP) sendiri 'kan ada tiga kantin buat membeli air, tapi, ya, kalau keran ada, itu bagus juga buat dipakai minum.”

Berbeda dengan Aido, Muhammad Zakki rupanya telah mengetahui fungsi dari water fountain. Meski begitu, dirinya sendiri belum sempat mencoba meminum air dari keran tersebut.

“Jujur, aku pernah mau nyoba (meminum), tapi waktu itu keran airnya dimatikan, jadi gak bisa dicoba.  Padahal, aku mau nyoba. Terus kalau lihat orang lain (meminum) air itu kayaknya belum pernah,” tutur mahasiswa Prodi Geofisika 2022 itu.

Layaknya Aidio, Zakki berpendapat bahwa masyarakat Indonesia yang belum terbiasa meminum air langsung dari keran membuat water fountain menjadi terbengkalai, sehingga ia merasa jika fasilitas tersebut tidak begitu penting.

“Sebagai warga Indonesia, itu (minum air langsung dari keran), ya, jadi hal yang tidak biasa. Kita 'kan minum air dari dispenser, dari galon. Nah, kalau lihat yang seperti itu, yang langsung dari kerannya, mungkin kurang terbiasa.”

Menurut Zakki, fasilitas tersebut tak perlu ada apabila pemanfaatannya tak maksimal ke seluruh titik. Menyoal anggaran pembangunan, Zakki menyebut dana tersebut seyogianya dapat dialihkan ke fasilitas yang lebih strategis. 

“Kalau saya, ya, mending tidak usah saja (dibuat fasilitas water fountain-nya) kalau cuma FMIPA saja yang (kerannya) menyala. Lebih baik tidak perlu ada (keran) daripada terbengkalai gitu. Buang-buang anggaran. Lebih baik, ya, dianggarkan ke (fasilitas) lain,” tukasnya. (mar/lav/ray/sky/dre)



Kolom Komentar

Share this article