Problematika Lama, Lakukan Upaya Rangkul Rohingya
Seluruh elemen masyarakat yang tergabung dalam Forum Solidaritas Kemanusiaan Kaltim, gelar aksi solidaritas untuk Rohingya, Selasa (5/9) lalu. (foto: dok. Humas Aksi)
SKETSA - Sudah menjadi rahasia umum, bentuk penderitaan dan penindasan yang diterima kaum muslim Rohingya. Mulanya, pada 2012 kasus Rohingya menuai perhatian dunia, kekejaman terhadap mereka terus berlanjut. Tak pelak berbagai negara di dunia, khsususnya negara muslim turut mengecam pemerintah Myanmar.
Namun, konflik yang terjadi lebih dari soal agama, manusia dituntut peka melihat penderitaan yang dirasakan Rohingya kini. Seluruh elemen masyarakat yang tergabung dalam Forum Solidaritas Kemanusiaan Kaltim, gelar aksi solidaritas untuk Rohingya, Selasa (5/9) lalu. Tokoh lintas agama termasuk dari kalangan buddhis juga sepakat mengecam aksi genosida di Myanmar. Agenda diawali tanda tangan petisi dan pernyataan sikap di Buddhist Centre, Jalan DI Pandjaitan.
Isi petisi di antara lain, mengutuk tindakan penindasan, penyiksaan, pengusiran, pemerkosaan, pembantaian, perampasan dan penangkapan yang dilakukan pada kaum Rohingya. Bahwa, tindakan yang dilakukan tentara Myanmar itu terindikasi skenario pembasmian etnis, atau dikenal genosida.
Lalu, mendesak pemerintah Myanmar untuk menghentikan segala bentuk pembantaian yang dilakukan tentara Myanmar dan milisi bersenjatanya, serta memberikan perlindungan bagi hak-hak hidup dan beragama. Jika tidak, pihaknya meminta Nobel Perdamaian untuk Aung San Suu Kyii dicabut.
Di akhir petisi juga mendesak pemerintah Indonesia untuk berperan aktif dalam tragedi ini. Pemerintah mestinya memelopori upaya penyelesaian masalah etnis Rohingya, bersama negara-negara ASEAN dan Organisasi Koneferensi Islam (OKI). Serta mengusulkan, Myanmar dikeluarkan dari keanggotaan Negara-Negara ASEAN.
Aksi solidaritas untuk Rohingya ini berlanjut di Tepian, depan Kantor Gubernur. Kurang lebih 100 orang dari berbagai lembaga kemasyarakatan juga organisasi berkumpul. Saat itu Koordinator Lapangan, Wahyudi dari Korps Alumni Mahasiswa Islam (KAHMI) Samarinda, orasi pun bergantian. Namun sayang, orang nomor satu Kaltim, Awang Faroek Ishak hanya diwakilkan oleh stafnya. Mereka ingin, aspirasi hari itu dapat disampaikan gubernur ke pemerintah pusat.
Muhammad Teguh Satria, Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Kaltim-Kaltara, mengatakan tragedi yang menjerat kaum Rohingya merupakan bentuk pelanggaran HAM berat.
"Meskipun ada tensi agama yang menjadi motif di sana, dunia harus melihat ini sebagai masalah kemanusiaan yang melanggar hukum internasional," ujar Presiden BEM KM 2016 itu.
Terkait upaya, pemerintah yang dinilai kurang tegas dalam menyikapi konflik, menurutnya pemerintah tetap harus diapresiasi.
"Pemerintah harus diapresiasi, melalui diplomasi. Namun seharusnya sebagai bangsa yang besar dan berdaulat, Indonesia seharusnya mampu memberikan pressure lebih besar," ucapnya.
Menurutnya lagi, aksi solidaritas tersebut berlangsung damai. Lalu, disusul aksi galang dana peduli Rohingya, kemarin (7/9) di Simpang Empat Lembuswana yang didukung berbagai organisasi muslim tersebut. (mer/adl/jdj)