Berita Kampus

Prahara Masterpiece, Norman dan Aliansi Bakal Tempuh Jalur Hukum

Beberapa spanduk bekas berisi penolakan mahasiswa terhadap bangunan Masterpiece. (Sumber foto: istimewa)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - Bangunan megah bernuansa dominan hitam itu berdiri kokoh tak jauh dari pintu gerbang utama Universitas Mulawarman di Jalan M. Yamin. Meski belum sempurna beroperasi dan masih tampak beberapa penyempurnaan di beberapa sisi, bangunan bernama Masterpiece yang kelak akan jadi tempat karaoke itu sudah menuai pro dan kontra.

Hal ini bukannya tanpa alasan. Masterpiece dituding melanggar Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Usaha Tempat Hiburan di Kota Samarinda. Belakangan muncul beberapa spanduk bekas berisi penolakan mahasiswa yang ditulis dengan cat merah. Beberapa pihak menyebut spanduk yang dipasang menghilang.

Beragam respons muncul gara-gara Masterpiece. Salah satunya adalah diskusi yang diprakarsai oleh LDF Al-Mizan Fakultas Hukum bertajuk Kajian Kritis Seputar Regulasi (KASASI) pada Jumat (3/11).

Diskusi itu menghadirkan Poppilea Erwinta dari kalangan akademisi Fakultas Hukum dan Presiden BEM KM Unmul Norman Iswahyudi yang juga merupakan Ketua Aliansi Warga dan Kampus--aliansi yang dibentuk karena keresahan atas Masterpiece.

Secara syarat, Poppi menyebut Masterpiece sudah memenuhi. Syarat itu adalah syarat formil berupa berkas-berkas dan syarat materiil yang merupakan izin masyarakat sekitar.

“Saya pikir Masterpiece tidak ada izin dari masyarakat. Ternyata saya temukan ada datanya dari RT 24, artinya kan masyarakat mengizinkan," terang Poppi.

Sementara itu Norman juga mengatakan berkas administrasi karaoke tersebut lengkap saat pihaknya membawa perkara ini ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).

Saat ditemui Norman, Ahmad Nawawi, Kepala Bidang (Kabid) Pengawasan, mengatakan secara administrasi Masterpiece lengkap dan tak ada indikasi pelanggaran. "Secara administratif, legal. Semua ada. Dari RT, lurah, ada rekomendasi dari Dinas Pariwisata, Kesbangpol, dan Dinas Perindustrian,” papar Norman.

Kendati demikian, Masterpiece dianggap tetap melanggar Pasal 9 ayat 2 dalam Perda yang berbunyi, "Lokasi dan atau zona tertentu yang diperuntukan bagi tempat penyelenggaraan usaha hiburan harus jauh dari rumah ibadah, tempat pendidikan, pemukiman penduduk dan perkantoran dengan jarak minimal 300 meter”.

“Kita mengukur dua kali. Lewat google maps dan manual. Itu jelas yang tidak berjarak lebih dari 300 meter dari Unmul, tapi jarak 300 meter ini juga dianggap multitafsir. Terkait apakah kawasan pendidikan tersebut sudah masuk di wilayah tempat pendidikan atau ruang belajar,” ujar Norman.

Perihal Aliansi Warga dan Kampus, dikatakan Norman terbentuk sejak 25 Oktober lalu. Sempat berkonsolidasi, ditemukan fakta yang membuat Norman makin curiga di balik berdirinya Masterpiece yang berhasil mengantongi izin.

“Yang diminta perizinan cuma RT yang lokasinya didirikan bangunan tersebut, kebetulan di RT 24. Yang lain teriak juga, kok cuma RT 24 karena kunjungan ke DPMPTSP itu mereka bilang memang minimal hanya satu RT yang berada pas pada bangunan yang didirikan, hal itu yang digadang-gadang sebagai syarat sah sehingga izinnya keluar,” imbuhnya.

Norman menambahkan pada saat konsolidasi, Ketua RT 24 mengaku hanya diminta menandatangani perizinan mengenai IMB biasa (ruko biasa) bukan sebagai tempat hiburan. Merasa dibohongi, Ketua RT 24 pun ikut menandatangani surat pernyataan penolakan. “Dia membatalkan statementnya di awal, kok bisa ini jadi tempat karaoke padahal di awal bilang hanya dijadikan bangunan biasa,” cecar Norman.

Untuk saat ini, Aliansi Warga dan Kampus masih menunggu panggilan audiensi bersama dengan pihak Masterpiece serta lembaga lain.

Norman mengancam akan menempuh jalur hukum apabila audiensi bertele-tele. Namun, itu masih sebatas rencana. Bersama pihaknya, Norman akan menyambangi LKBH guna meminta rekomendasi hukum untuk dijadikan landasan sebelum melangkah lebih jauh.

"Kalau dari pengadilan memutuskan mereka bersalah, artinya bisa segera ditutup. Tidak perlu menunggu walikota berstatement atau apa gitu. Intinya kita ambil sikap," tandasnya. (adn/aml)



Kolom Komentar

Share this article