Berita Kampus

Pemira Ricuh, Rektor 'Intervensi'

Sumber foto : faqihendry

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - Sejak pukul 11.40 Wita terjadi pertemuan tertutup di ruang tamu rektor gedung rektorat lantai 3. Rektor Masjaya ditemani Wakil Rektor III, Encik Akhmad Syaifudin bersama dekan-dekan fakultas mengadakan pertemuan dengan DPM KM Unmul, BEM KM Unmul, Panwas, KPPR, timses paslon 1 dan 2.

Pertemuan itu rupanya bermaksud memediasi dan membahas perihal kericuhan yang sempat terjadi pada Sabtu (18/11) dan Senin (20/11). Masjaya ingin tahu kronologi bentrok dari semua pihak yang terlibat. Semua diminta bicara, menjelaskan duduk perkara.

Adapun, yang menjadi capaian dalam pertemuan itu adalah seluruh argumentasi dari tiap pihak nantinya diajukan ke tim rektorat untuk dikaji tentang sejauh mana argumen tersebut sesuai dengan mekanisme.

"Kami bertemu hari ini untuk mengantisipasi. Kami sangat kecewa dengan kejadian kemarin karena seluruh rangkaian sudah diupayakan berjalan dengan bagus," kata Masjaya kepada Sketsa.

Masjaya juga membantah langkahnya ini disebut intervensi. Menurutnya, ada rambu-rambu yang harus ditaati mahasiswa, lebih-lebih ketika berada di lingkungan akademik.

"Saya hanya ingin menjaga Unmul supaya tetap kondusif. Demi martabat Unmul. Ini bukan intervensi. Sepenuhnya masalah Pemira itu kewenangan mahasiswa," imbuhnya.

Perihal oknum-oknum pembuat kericuhan, sedang berupaya ditelusuri untuk kemudian diberi sanksi setimpal sesuai aturan yang ada di Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni.

Menyoal keterlibatan mahasiswa luar dan orang-orang yang tidak berstatus mahasiswa Unmul dalam proses Pemira kali ini, Masjaya tegas menolak.

"Saya tegaskan, saya tidak mau lihat ada mahasiswa luar yang ikut-ikut di Pemira Unmul. Saya hanya bertanggung jawab dengan mahasiswa saya, di luar itu saya tidak bertanggung jawab," tegasnya.

Tak Ada yang Mentolerir Kekerasan

Di sisi lain, Encik Ahmad Syaifudin Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, menyatakan sangat menyesalkan peristiwa anarkis yang terjadi jelang pengumuman putusan Panwas Senin kemarin.

“Saya akan pelajari kasus ini satu per satu, tidak bisa potong kompas memutuskan kami bertanggung jawab atau kami tidak bertanggung jawab. Tidak bisa, ada tahap-tahapnya,” ujarnya.

Bagi Encik, Pemira adalah ajang pendewasaan tentang kehidupan demokrasi yang sehat buat mahasiswa. Sangat diharapkan proses penyelenggaraannya suci dari cacat, apalagi kekerasan dan anarkisme.

Namun, anarkisme itu sudah telanjur terjadi. Kepala mahasiswa bocor, muka penuh darah akibat pukulan dan tendangan, lengan tergores, dan jahitan-jahitan di tubuh. Atas hal itu Encik menjawab normatif.

"Kita tidak mentolerir kekerasan, ke depannya kita belajar lebih banyak kejadian-kejadian yang selama ini kita alami,” tukasnya.

Lebih lanjut, Encik menyebut peristiwa ini akan disikapinya dari segi aturan terlebih dahulu.

“Yang namanya di alam demokrasi kita memiliki hak dan kewajiban yang sama, oleh karena itu kita berupaya untuk bagaimana membuat aturan yang disepakati bersama,” pungkasnya. (erp/aml/wal)



Kolom Komentar

Share this article