Berita Kampus

Menyikapi Pengunduran Diri Suwondo dari Sudut Pandang Pimpinan Lembaga

Suwondo, Menteri Kebijakan Kampus (Jakpus) BEM KM Unmul 2018 yang mengundurkan diri dari jabatannya. (Sumber: Instagram BEM KM Unmul)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA – Waktu bergulir tergesa hari itu, menyulap senja menjadi malam yang hadir terlampau awal saat Sketsa menemui Presiden BEM KM Unmul, Rizaldo bersama wakilnya, Muhammad Miftahul Mubarok usai agenda diskusi dan konsolidasi pimpinan lembaga eksekutif mahasiswa se-Unmul. Dalam remang pencahayaan di gazebo halaman FIB, Rizaldo dan Miftah mengurai pengunduran diri Suwondo, Menteri Kebijakan Kampus (Jakpus) tepat pada 108 hari kerjanya.

“Untung ini terjadi pas masih di awal ya, belum terlalu jauh. Sebenarnya dari awal sudah kelihatan pas Wondo itu di lobi dan dia langsung mengiyakan. Kan kalau lobi-lobi BPH (Badan Pengurus Harian) itu kita kasih kesempatan buat ketemu orang tua dulu, istikharah dulu. Nah, Wondo itu enggak, ‘Saya siap, Kak’. Saya tanyakan lagi, ‘Kamu enggak perlu waktu berpikir dulu? Betulan enggak mau pulang dulu ke rumah?’” ungkap Rizaldo memeragakan percakapannya dengan Wondo dua bulan silam.

Sementara itu, Miftah mengaku kaget saat pertama kali dimintai pandangan oleh Wondo atas keputusannya ini. Menurutnya, keputusan mundur lebih karena tawaran pekerjaan. Apalagi, tawaran pekerjaan ini ialah di instansi negeri yang mengharuskan Wondo bekerja sejak pukul 8-16 petang.

“Itu pasti sangat menguras waktunya juga untuk di Jakpus. Padahal, Jakpus ini harus lari kencang di awal, supaya nanti advokasi ini selesai saat Pilrek selesai. Jadi rektor baru, catatan yang baru sudah dikasih ke rektor baru juga,” kata Miftah. “Selama dua minggu dia enggak ada kabar, dia juga enggak pernah nongol di grup, dan sebenarnya itu karena enggak enak,” imbuhnya.

“Dia ini juga punya target tahun 2019 harus sudah punya pendamping untuk merawat bapaknya. September sudah ketemu orang tua perempuan. Kita enggak bisa menahan lagi kalau sudah begitu,” timpal Rizaldo.

Senada dengan Rizaldo dan Miftah, Freijae Rakasiwi Gubernur BEM FEB, pimpinan organisasi Wondo di fakultas pun hanya bisa menerima keputusan stafnya, yakni mundur dari BEM KM Unmul yang juga mewakili nama BEM FEB dan kepanitaan Eco Summit. Alih-alih menghalangi, bagi Freijae, setiap orang memiliki masalah dan kemauan yang berbeda.

“Kalau dari saya, jujur sangat menyayangkan sebenarnya. Tapi, itu tergantung keputusan pribadi. Kita hanya bisa memaklumi dan itu sah-sah aja. Saya pikir ini jalan terbaik,” ujar Freijae.

Perihal menteri bagian advokasi BEM KM Unmul yang dua tahun terakhir mundur, menurut Freijae--yang juga pernah menjabat Menteri BEM KM Unmul era Teguh-Dimas—amat disayangkan. Angin advokasi yang kencang menuntut menteri advokasi tanggap mengonsolidasikan pengawalan isu di fakultas, di BEM KM Unmul, di tataran rektorat, dan menginformasikan ke mahasiswa umum dalam waktu yang bersamaan agar tak terhempas, kemudian memilih keluar.

“Advokasi memang butuh orang yang fleksibel, harus gesit menganalisa masalah, baik insidental maupun taktis. Kemudian, bisa mengondisikan diri sendiri dalam mengatur waktu bersama keluarga, kuliah, organisasi, dan diri sendiri. Itu tergantung kemauan sih. Yang terpenting adalah mahasiswa tahu kita bergerak, kita tidak diam,” tandasnya. (aml/els)



Kolom Komentar

Share this article