Berita Kampus

KTR Diterapkan, Perokok: Keterlaluan!

Dua fakultas di Unmul mulai memberlakukan kebijakan kawasan tanpa rokok. Setelah FKM, kini FISIP menyusul dengan pemasangan papan bertuliskan "bebas asap rokok" di sejumlah titik. (Sumber foto: Uswatun Hasanah)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - Semua sepakat bahwa kesehatan merupakan ihwal krusial dalam melakoni hidup. Sehat adalah pangkal segala urusan. Untuk itu, setiap manusia tentu menginginkan lingkungan sehat serta berhak mendapatkan perlindungan kesehatan, termasuk di dalamnya hak untuk terhindar dari paparan asap rokok.

Berkenaan dengan itu, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Muhammad Noor, mulai memberlakukan kebijakan kawasan tanpa rokok. Hal itu bermula dari keresahannya tatkala melihat beberapa mahasiswa, staf, hingga dosen yang masih merokok di tempat umum. Menurutnya, ada banyak orang yang jadi korban gara-gara itu.

Keresahan itu kemudian ditunaikan dengan pemasangan papan bertuliskan "bebas asap rokok" di sejumlah titik di gedung Dekanat FISIP. Meski demikian, tak semua kawasan bebas asap rokok. Ada pula kawasan bertuliskan smoking area, sebagai titik rokok dan merokok dihalalkan.

Menurut Noor, walaupun kebijakan bebas asap rokok mulai diterapkan, pihaknya tetap memberikan hak bagi mahasiswa dan warga kampus yang perokok aktif.

“Secara bertahap daerah merokok itu akan kami kurangi, akan diganti dengan wilayah bebas rokok,” imbuhnya.

Ternyata, satu hal yang juga melatarbelakangi kebijakan Noor tersebut ialah Peraturan WaliKota (Perwali) Kota Samarinda Nomor 51 Tahun 2012 tentang kawasan tanpa rokok (KTR).

Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa terdapat lima tempat yang tidak boleh menyediakan ruang merokok yakni tempat fasilitas pelayanan kesehatan, tempat belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, dan angkutan umum.

Kendati hanya berupa imbauan, Noor mengaku konsisten dan berupaya tegas menerapkan KTR.

“Kami sepakat perlahan-lahan menetapkan area bebas asap rokok, karena kami tidak mungkin secara instan untuk melarang semua tempat,” pungkasnya.

Terpisah, Prima Aviantama, mengaku tak tahu soal kebijakan itu. Namun sebagai perokok, Prima mendukung  adanya smoking area.

“Saya sangat setuju, supaya orang–orang yang bukan perokok tidak terganggu, karena sudah diberi tempat masing–masing,” tutur mahasiswa Ilmu Komunikasi itu.

Berbeda dengan Prima, Musllan mahasiswa angkatan 2015 justru menolak adanya kebijakan tersebut. Bagi Musllan, selama ini perokok pasif di sekitarnya tidak pernah secara terbuka merasa terganggu atau jatuh sakit. Musllan menyebut kebijakan ini keterlaluan. Apalagi sanksi yang diberikan kepada yang melanggar masih belum jelas.

"Aku tidak setuju. Sebagai perokok, aku jelas keberatan kalau ada kawasan bebas asap rokok. Ini keterlaluan. Jelas semua yang merokok akan bertumpuk di smoking area. Selama ini kita juga izin dulu kalau mau merokok sama orang di sekitar kita. Jadi sama-sama menghargai," kata Musllan.

"Terus, kalau aturan itu dilanggar bagaimana hukuman yang harus diterima mahasiswa," imbuhnya lagi.

Sementara itu, Arlyana Almi, mahasiswa Psikologi mengatakan smoking area dirasa kurang pantas, melihat beberapa mahasiswa yang kerap menjadikan lokasi itu tongkrongan untuk merokok.

“Harusnya, birokrat ambil langkah tegas, karena seharusnya lingkungan kampus itu harus bebas dari polusi,” resahnya.


FKM Pelopor KTR di Unmul

Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) tercatat telah menerapkan KTR sejak 2010 silam. Perkara itu tertuang dalam SK Dekan FKM Unmul No 1114/H17.11/OT/V/2010.

Ditemui Sketsa, Menteri Advokasi dan Kajian Strategis BEM FKM Bayu Rosandy mengatakan pihaknya kini tengah berupaya menjadikan Unmul sebagai kawasan tanpa rokok sesuai dengan Perwali Kota Samarinda Nomor 51 Tahun 2012.

“Untuk tahun ini kami ingin melanjutkan hasil survei untuk ditembuskan ke rektorat,” tuturnya.

Seperti diketahui, berdasarkan hasil survei yang dilakukan BEM FKM tahun lalu, diperoleh angka 89,8 persen responden setuju diterapkannya KTR di Unmul. Survei itu melibatkan 1000 responden.

Di sisi lain, Bayu justru tak setuju adanya smoking area di tempat orang berlalu lalang dan dalam penerapan KTR.

Menurutnya, ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan ketika hendak memberlakukan smoking area berdasarkan aturan Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri tentang peraturan bersama tentang  pedoman pelaksaan kawasan tanpa rokok. Yakni, smoking area ialah ruang terbuka atau ruang yang berhubungan langsung dengan udara luar sehingga dapat bersirkulasi dengan baik, terpisah dari gedung/ruang/tempat utama dan ruang lain yang digunakan untuk beraktivitas, jauh dari pintu masuk dan keluar, serta jauh dari tempat orang berlalu-lalang.

“KTR ini kan bagaimana caranya meminimalisir mereka untuk merokok, ketika sudah terbiasa untuk tidak merokok, sehingga bakal membantu mereka pelan-pelan berhenti merokok,” tukasnya. (snh/wil/nhh/aml)



Kolom Komentar

Share this article