Berita Kampus

Di Balik Penahanan Mantan Dekan Fahutan

Kasus dugaan korupsi mantan Dekan Fakultas Kehutanan (Fahutan), CDB sejatinya sudah pernah terkuak beberapa tahun silam. Ini kata Dekan Fahutan, Rudianto Amirta. (Sumber foto: Dok. Sketsa)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA -– Kasus dugaan korupsi mantan Dekan Fakultas Kehutanan (Fahutan) CDB, sejatinya pernah terkuak beberapa tahun silam. Kejaksaan Negeri (Kejari) Samarinda menduga CDB melakukan tindak pidana korupsi dana penelitian yang bersumber dari bantuan pihak ketiga, PT Turbalindo dan PT Berau Coal pada 2012 senilai Rp 2,7 miliar. Tahun 2014 CDB ditetapkan sebagai tersangka, karena diduga melanggar aturan pengelolaan dana penerimaan negara bukan pajak (PNPB) yang dikelola langsung Fahutan.

Dari kacamata Dekan Fahutan Rudianto Amirta, CDB adalah sosok yang dekat dengan para staf dan mahasiswanya. Rudi mengaku, CDB dulunya adalah seorang dosen yang tidak memiliki masalah selama mengajar. Bahkan, CDB dikenal mengutamakan kesejahteraan para stafnya. Sebab itu, para staf dan mahasiswa sangat terkejut mengetahui CDB tengah ditahan pihak berwajib.

Ditemui Sketsa Senin (31/7) kemarin, Rudi mengaku turut prihatin, secara resmi ia telah melapor kepada pihak rektorat. Saat ini proses hukum CDB tengah berjalan, Rudi memberikan jaminan kepada pihak kejaksaan, bahwa pihaknya sangat kooperatif membantu proses hukum, dengan menghadirkan tersangka CDB. Rudi mengatakan dengan tegas fakultas bertanggung jawab atas yang terjadi.

Sebelum digiring ke Rumah Tahanan (Rutan) Sempaja Rabu (26/7) lalu, CDB diperiksa di ruang Kepala Seksi Pidana Khusus, Darwis Burhansyah. CDB lalu bersedia menandatangani berita acara penahanan terhadap penyelidikan nomor: 5768/Q.4.11/Fd.1/07/2017 tanggal 26 Juli 2017 dengan pasal yang disangkakan Primair Pasal 2 ayat (1). Jo Pasal 18 UU RI No.31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi.

Dalam berita acara tersebut disebutkan, penahanan terhitung mulai 26 Juli 2017 sampai 14 Agustus 2017. Kepada Darwis, Rudi mengatakan ia menjamin kehadiran CDB.

Rudi menilai kasus ini harus dibenahi dengan benar, bukan tanpa alasan tahun 2009 isu korupsi ditujukan kepada CDB, saat itu CDB masih berstatus dosen. Rudi ingin masalah itu dulu diselesaikan.

"Kami menghormati apa yang menjadi kebijakan jaksa, jaksa pasti punya dasar hukum. Kami selalu tanyakan, kok dituduhkannya 2009, saat itu beliau bukan siapa-siapa. Kami agak sedikit bingung, makanya kebingungan itu yang kami pertanyakan,"” ucapnya.

Menanggapi hal ini, Rudi sudah mempersiapkan bahan-bahan sebagai bukti. Rudi pun meminta atas nama keluarga besar Fahutan, agar rektor memberikan pendampingan hukum.

“"Alhamdulillah Pak Rektor memutuskan, kejadian tahun kemarin Pak Rektor menugaskan ke Dekan Hukum untuk mendampingi beliau (CDB) melalui lembaga bantuan hukum unmul,"” sambungnya.

Rasa Kemanusiaan

Rudi berkali-kali mengatakan akan kooperatif membantu dan tidak mencampuri proses hukum yang sedang berjalan. Hanya saja, Rudi menginginkan agar tak dilakukan penahanan, mengingat kondisi kesehatan CDB menurun. Kabarnya CDB sempat mengalami stroke. Ia mengkhawatirkan, kondisi CDB akan semakin menurun apabila proses dari kejaksaan tersebut dipaksakan.

“Kami ingin mendapat keadilan, karena beliau (CDB) kooperatif. Beberapa kali tidak bisa memeriksa kan kejaksaannya, bukan pihak di sini. Kami selalu mencoba mengantar dan mendampingi," ujarnya.

"Itu sudah berapa kali berubah termasuk pembatalan dari pihak kejaksaan. Yang pagi ke sana dibatalkan kemudian siang datang lagi, jadi kalau dibilang tidak kooperatif dan memungkinkan menghilangkan barang bukti atau melarikan diri saya rasa tidak tepat,” lanjutnya lagi.

Rektor Unmul juga telah menyurati seluruh dekan fakultas, ada 13 Dekan Unmul yang siap menjamin CDB. Oleh sebab itu, Kepala Kejari Samarinda, Retno Harjantari Iriana meluruskan permohonan dari sisi kemanusiaan, CDB kini statusnya sebatas tahanan kota.

Menurut Rudi, jika kedua tersangka tersebut ada niat melarikan diri, mestinya sudah sejak lama, namun hal itu tidak dilakukan. Ia berharap semua diperlakukan adil, jika memang terbukti ada oknum di Unmul yang merugikan.

"Kita ini kan dari pendidikan dari mahasiswa juga, kita tidak adalah keinginan untuk mencuri, jika memungkinkan itu menjadi suatu kesalahan itu yang kita lihat bersama," tuturnya.

Mestinya pun jeli dalam melihat persoalan, benarkah yang bersangkutan layak mendapat hukuman?, "Terkecuali itu untuk memperkaya diri sendiri, kalian bisa lihatkan kan, satu-persatu kasus-kasus seperti itu?" katanya.

Ia pun berharap mahasiswa turut menyikapi dengan benar permasalahan ini. "Karena saya pribadi tahu, tidak banyak orang yang mau jadi dekan, kenapa? Kalau kita bicara dari sisi pekerjaan, menyita waktu, pikiran. Mahasiswa kan enggak mau tahu, kelas harus ada AC ada, padahal anggaran belum tentu ada," pungkasnya. (els/jdj)



Kolom Komentar

Share this article