Berita Kampus

Cerita Penghujung Akhir KKN Online

Mahasiswa membagikan pengalamannya menjalani KKN secara daring.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


(Sumber: Istimewa)

SKETSA – Telah berlangsung sejak 8 Juli lalu, pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata-Kejadian Luar Biasa (KKN-KLB) kini memasuki babak akhir. KKN akan selesai pada 18 Agustus mendatang. Tentu, kegiatan KKN tahun ini cukup sulit sebab dilakukan secara online.

Meski berkegiatan dari rumah, mahasiswa tetap dituntut membuat program yang kreatif di tengah keterbatasan yang ada. Ranti Balhargiasti M.V mahasiswi prodi Psikologi, selaku Humas Kelompok KKN-KLB Kelurahan Margasari Balikpapan membagikan pengalaman kelompoknya terkait pelaksanaan program kerja (proker) mereka serta beberapa kendala selama menjalankan KKN.

Ranti menyebutkan, saat ini ia dan kelompoknya tengah berusaha untuk merampungkan proker dan mengusahakan agar semuanya dapat berjalan online. Proker unggulan yang mereka usung terdiri dari pembuatan banner dan video edukasi mengenai pentingnya menjalankan protokol kesehatan Covid-19 dan menyediakan masker scuba minimal 50 buah untuk masyarakat kelurahan.

Selain itu, mereka juga membuat kegiatan edukasi seputar Covid-19 melalui media sosial seperti Instagram, Facebook, YouTube, dan Blogspot.

“Untuk banner, spanduk dan masker akan kami kirimkan melalui ekspedisi. Jadi tidak ada kontak dengan masyarakat di sana. Kami hanya melakukan kontak untuk serah terima saja dengan perwakilan kelompok,” jelas Ranti, Senin (3/8).

Ia mengatakan, selama KKN ada beberapa kendala yang mereka hadapi seperti lambatnya progres kelompok di awal karena tidak familiar dengan situasi. Lalu, pembimbing lapangan yang slow response saat dihubungi. Meski saat ini komunikasi telah terjalin dengan lancar, Ranti mengaku bahwa terkadang pihak kelurahan meminta kelompoknya untuk turun ke lapangan untuk komunikasi yang lebih baik.

“Akan tetapi karena DPL tidak mengizinkan, kami tidak ada yang turun ke lapangan,” imbuhnya.

Kemudian, peran dosen pembimbing lapangan (DPL), baginya telah sangat membantu dan mudah berkoordinasi dengan kelompok. Mereka juga banyak diberikan saran serta informasi yang dibutuhkan. “Yang agak sulit mungkin ketika ingin melakukan rapat, karena beliau cukup sibuk,” ucapnya.

Tak jauh berbeda dengan Ranti, Kelompok KKN-KLB Desa Teratak juga memiliki kisahnya sendiri. Ahmad Baharuddin prodi Hubungan Internasional (HI), selaku ketua kelompok turut membagikan pengalaman kelompoknya, terutama dalam menyusun proker. Salah satunya program unggulan mereka, yakni buku saku untuk petani di Desa Teratak.

“Tujuannya sebagai media informasi tentang bagaimana cara pengolahan hasil pertanian, penggunaan pestisida dan lain-lain,” ujar Bahar kepada Sketsa, Kamis (6/8).

Selain proker unggulan, peserta KKN juga diwajibkan membuat proker individu untuk menunjang kebutuhan masyarakat. Bahar memaparkan, proker individu tersebut terdiri dari sosialisasi tentang dampak sampah plastik sekali pakai dalam bentuk video, kelas edukasi pembuatan media belajar dalam bentuk buku tentang pengetahuan bahasa Inggris. 

Ada juga video animasi dan poster terkait keuangan dan pemasaran, pengenalan tanaman obat keluarga (TOGA), video informatif anti korupsi dan sosialisasi terkait pentingnya melanjutkan pendidikan.Semua proker tersebut dirancang berdasarkan disiplin ilmu masing-masing anggota. Terkait kendala selama menjalankan proker, proses pembuatan video menjadi salah satu masalah yang mereka alami. 

“Kami juga bingung dalam pelaksanaan KKN ini, karena kami tidak tahu pasti apakah proker yang kami laksanakan ini tersampaikan kepada masyarakat atau tidak,” tambahnya.

Adanya partisipasi DPL dalam komunikasi membuat mereka cukup bernapas lega. Lain halnya dengan komunikasi kepada pembimbing lapangan (PL) setempat yang terkendala jaringan internet sehingga PL harus ke kantor desa untuk menjangkau dan menjalin komunikasi.

Bagi Bahar, sejak awal mereka mengalami kesulitan karena tak dapat terjun langsung ke desa. Dalam proses perancangan proker, mereka beberapa kali melakukan perombakan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Karena mereka tidak bisa mengukur seberapa efektif proker yang ada untuk desa.

Kendala ini juga berimbas kepada rencana diskusi bersama para pemuda di desa yang akhirnya tidak terlaksana. “Dan lagi-lagi terkendala jaringan. Memang untuk wilayah pusat desa jaringan memadai, tapi untuk dusun lainnya mereka tidak dapat menjangkau jaringan,” tutupnya. (len/wil)



Kolom Komentar

Share this article