Berita Kampus

Bantah Pengeroyokan dan Premanisme, Siap Melakukan Bukti Visum

Sumber ilustrasi: berita.suaramerdeka.com

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA -  Kedua lembaga yakni DPM FISIP dan BEM Hukum yang namanya disebut terlibat pengeroyokan atas Wapres BEM KM Unmul, Dimas Ronggo Gumilar Prabandaru, angkat bicara. Bertemu dengan Sketsa, Selasa (23/8) sore, perwakilan keduanya membantah melakukan tindakan premanisme dan upaya pengeroyokan.

“DPM FISIP tidak terima kalau dibilang tindakan kami disebut premanisme. Dari segi mananya premanisme? Apakah kami melakukan pemukulan? Kami tidak melakukan pemukulan. Silakan tanya saksi-saksi di lokasi kejadian,” ujar Redi Irawan, ketua DPM FISIP.

Adapun Redi menegaskan, perkelahian sangat dihindarkan karena akan memperburuk citra senior kepada mahasiswa baru. “Kami (DPM FISIP, Red.) ingin menghentikan, tapi karena suasananya memanas seolah-olah kami ikut menambah rusuh. Cekcok yang terjadi hanya antara Juno dan Dimas saja. Kami memisah, tapi seolah-olah kami dinilai mencari masalah,” bebernya.

Sementara itu, Muhammad Akbar, anggota DPM FISIP, yang ikut menyaksikan ketegangan itu menyebut Dimas sempat mengeluarkan kata-kata menantang dan siap mati syahid. Kata-kata yang dilontarkan Dimas tersebut, kata Akbar, memantik emosi sejumlah mahasiswa dari FISIP dan Hukum. “Mungkin enggak sampai kena pukul karena ada banyak orang yang melerai,” imbuhnya.

Selain itu, dia menyatakan, upaya pengeroyokan sama sekali tidak terjadi. Ketika suasana tak kondusif, mahasiswa FISIP maupun Hukum lebih banyak berada di posisi memilih melerai agar tidak terjadi aksi pemukulan yang lebih parah.

Mempertanyakan masalah yang sama. Muhammad Teguh Satria, presiden BEM KM Unmul, melakukan dialog. Pun setelahnya disepakati untuk menutup posko pendaftaran PAMB 2016. Pasca-dialog tersebut masalah dianggap sudah selesai. “Kami mentaati keputusan Teguh yang menutup posko pendaftaran,” ucap Redi. 

Di lain pihak, Hardjuno, panitia PAMB Hukum, menegaskan, tindakan premanisme yang dialamatkan kepada mereka dianggap terlalu berlebihan. Menurutnya penyebutan premanisme lebih tepat dialamatkan atas kasus pemukulan yang tidak disertai alasan. Sementara kasus yang terjadi pada Senin(22/8) siang antara dirinya dan Dimas memiliki perkara yang jelas dan beralasan.

Dikatakan Hardjuno, BEM KM Unmul membuka posko pendaftaran PAMB 2016. Hal itu dianggap tidak sesuai kesepakatan awal bahwa PAMB 2016 dipegang oleh seluruh UKM tingkat universitas. Protes pun dilayangkan oleh DPM FISIP dan kepanitiaan PAMB fakultas Hukum.

Hardjuno memaparkan kronologis kejadian. Dia menceritakan, ketika kesepakatan dengan Teguh sudah didapat, Dimas sedang tidak ada di lokasi. Namun saat Dimas datang, posko pendaftaran PAMB masih tetap buka. Saat dijelaskan duduk perkaranya, Dimas tampak tidak terima lantas membalasnya dengan nada tinggi. “Saya bicara dengan nada pelan, ‘Jadi kamu terima apa enggak?’ cuma dua pilihan itu. Tapi, dia malah bernada tinggi,” kisah pria yang akrab disapa Juno itu.

Berawal dari cekcok mulut itulah suasana memanas. Juno yang sejak awal kecewa dengan berdirinya posko pendaftaran PAMB ini pun mulai tersulut. Niat awal yang ingin memberi klarifikasi agar menutup posko pendaftaran PAMB, mulai tergerak ke arah yang tidak diinginkan. “Kenyataannya saya hanya mendorong Dimas. Memang ada pukulan tapi saya rasa itu tidak sampai kena wajahnya. Boleh dibuktikan, kalau mau dilakukan visum silakan,” jelasnya. 

“Perlu dicatat, di sini kami tidak membawa nama lembaga. Memang benar, kami pribadi dari BEM Hukum. Tapi kami atas nama panitia PAMB Hukum. Posisi kami saat itu untuk mempertanyakan masalah kepanitiaan. Ini dampaknya ke Fakultas Hukum dan mungkin FISIP juga,” terang Rizaldi, mahasiswa Hukum yang berada di lokasi kejadian saat keributan terjadi. (wal)



Kolom Komentar

Share this article