Berita Kampus

Tatkala Rektor Minta Transfer

Kemarin (9/3) akun Facebook milik Rektor Unmul, Masjaya mengirim pesan berisikan permintaan transfer uang ke sejumlah pihak. (Sumber gambar: Febri Arianto)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - Metode mencari untung kini kian bermacam-macam. Mengatasnamakan orang penting, seperti birokrat bukan hal baru lagi di Unmul. Belum terungkap, siapa dalang di balik penipuan yang mengaku sebagai Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Encik Akhmad Syaifudin, kini giliran orang nomor satu Unmul alami kasus serupa.  

Kemarin, Rabu (8/3) akun Facebook Rektor Unmul Masjaya tiba-tiba mengirim pesan ke sejumlah mahasiswa hingga dosen. Mula-mula, dia menanyakan posisi korban, lalu meminta tolong untuk segera dikirimi uang, karena kadung berjanji dengan seseorang.

"Cukup 500 ribu Febri. Soalnya bapak barusan mau transfer tapi ATM bapak sudah limit terus ada yang mesti saya transferkan sekarang Febri dan sudah janji. Bisa tolong transferkan dia dulu. Pagi baru bapak kembalikan. Kalau cukup tolong bantu dulu Febri. Soalnya saya sudah janji mau transfer jam segini Febri," tulis akun Masjaya kepada Febri Arianto, mahasiswa Pembangunan Sosial FISIP Unmul.

Pesan itu diterima Febri kemarin petang pukul 18.55 Wita. Febri tampak percaya dari jawaban-jawaban yang dia berikan saat awal-awal chatting. Dia mulai curiga dan mencium sesuatu yang aneh tatkala Masjaya menanyakan ada tidaknya saldo di rekening miliknya. Terang saja, Febri tahu ini penipuan.

"Saya kaget. Mungkin akunnya (Masjaya) itu di-hack," katanya.

Sementara itu, Masjaya telah berhasil dikonfirmasi. Kepada Sketsa, mantan Dekan FISIP itu menegaskan akun tersebut palsu dan di-hack oleh oknum tidak bertanggung jawab. Dia pun telah mengambil sikap.

"Account tersebut adalah palsu dan di-hack oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Sementara account tersebut sudah saya report ke Facebook untuk dihapus atau dipulihkan oleh Facebook. Mohon maaf sekali lagi saya sampaikan itu bukan account asli Masjaya. Jika perlu minta tolong kesediaan untuk dapat membantu siapa sebenarnya yang meng-hack tersebut. Terima kasih," ungkapnya.

Terpisah, Herdiansyah Hamzah, pengamat sekaligus dosen Fakultas Hukum Unmul berpendapat ada dua model pembajakan dalam kasus seperti ini. Pertama, akun yang di-hack atau diambil alih oleh orang lain secara paksa. Opsi kedua, akun tersebut diduplikasi.

Untuk mengantisipasi model yang pertama, kata Herdi, penting untuk membuat pengamanan yang memadai agar akun tidak gampang dibobol. Misalnya, dengan membuat kombinasi sandi yang rumit tetapi tetap mudah diingat.

Sedangkan model pembajakan yang kedua, bisa langsung dilaporkan melalui pengaduan resmi kepada pihak manajemen pengelola media sosialnya sebab melanggar community standard.

Herdi menambahkan, secara hukum, duplikasi bisa dianggap sebagai manipulasi. Perbuatan ini bisa dijerat pasal berlapis. Pertama, Pasal 378 KUHP dengan ancaman hukuman empat tahun penjara, juncto Pasal 35 UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Kemudian ancaman hukuman terhadap pelanggaran pasal 35 UU ITE yang diatur dalam Pasal 51, yakni pidana 12 tahun atau denda Rp12 miliar.

"Setahu saya duplikasi melanggar syarat dan ketentuan, karena seolah-olah menggunakan identitas asli yang bukan miliknya untuk perbuatan yang dikategorikan melawan hukum (onrechmatig daad)," terangnya.

Mahasiswa memang sasaran empuk untuk jadi target penipuan. Apalagi ketika sang penipu mengatasnamakan orang terkenal semisal pejabat kampus. Menanggapi ini, Herdi berbagi saran saat menghadapi penipu yang korbannya kian berjatuhan. Menelepon langsung pihak bersangkutan dan agak memancing, menurutnya bisa jadi dua jalan mematahkan aksi penipuan.

"Sebaiknya melakukan konfirmasi terhadap akun yang mengubungi by phone. Karena, media sosial justru rawan duplikasi dan pembajakan. Kemudian, bisa saja memancing si penipu untuk membuka identitas seperti nomor rekening. Ketika mendapatkan nomor rekening tertentu, segera laporkan ke kantor cabang bank terdekat dengan laporan bahwa rekening tersebut terindikasi sebagai rekening penampungan hasil penipuan," pungkasnya. (aml/jdj)




Kolom Komentar

Share this article