Opini

Membuang Bayi, Merusak Aset Masa Depan Bangsa

Ilustrasi (Sumber: Istimewa)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Anak merupakan aset bangsa sebagai bagian dari generasi muda, anak memiliki peran strategis sebagai agen perubahan suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa. Selain itu, anak merupakan harapan orang tua, harapan bangsa dan negara yang akan melanjutkan tongkat estafet pembangunan, mempunyai ciri atau sifat khusus yang akan menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Oleh karena itu, setiap anak harus mendapatkan pembinaan sejak dini, anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial.

Akhir-akhir ini marak di beritakan kasus kekerasan pada anak, sepasang mahasiswa telah melakukan pembuangan bayi di Desa Loa Lepuh, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kukar. Dan kasus terbaru, seorang polisi dan mahasiswi melakukan tindakan yang tidak manusiawi. Di mana seorang mahasiswi membekap bayi yang di lahirkannya, di kos sendiri di daerah Pramuka Samarinda. Fenomena hubungan di luar nikah yang berujung pada kehamilan yang tidak diinginkan kini sangat memperhatinkan. Mahasiswa yang katanya kaum intelektual kini menjadi pelaku kekerasan terhadap anak.

Maraknya orang tua yang membuang bayi dari rahim sendiri, menunjukkan bahwa kelahiran seorang bayi ini tidak diinginkan orang tuanya. Kebanyakan kejadian ini dialami oleh perempuan yang hamil di luar nikah. Semua ini akibat dari perselingkuhan atau pergaulan bebas hingga seks bebas yang terjadi pada banyak kalangan remaja. Ditambah lagi merosotnya nilai-nilai moral remaja, sehingga banyak yang hamil di luar nikah. Kemudian setelah lahir, malah melantarkan anak yang tidak berdosa itu. Atas apa yang telah terjadi akhir-akhir ini, di mana kekerasan yang terjadi pada anak-anak yang seharusnya mendapat perlindungan dan pendidikan, kini telah menjadi korban kekerasan akibat dari orang tua yang tidak bertanggung jawab.

Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Provinsi Kalimantan Timur tergolong sangat tinggi. Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim mencatat dalam waktu dua tahun terakhir jumlah kekerasan mencapai 1.154 kasus. Sebanyak 1.154 kasus di Kaltim pada tahun 2016-2017 tercatat 499 kasus terjadi pada tahun 2016 dan 655 kasus pada tahun 2017 baik terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Kasus pembuangan bayi saat ini kian memprihatinkan. Menilik dari motifnya, orang tua tega mencampakkan buah hatinya karena belum siap secara mental mengasuh anak. Apalagi ternyata bayi tersebut lahir dari hasil hubungan tidak resmi.

Ini telah membuktikan bahwa anak-anak berada dalam posisi yang tidak aman. Oleh karena itu anak telah menjadi tanggung jawab kita bersama yang harus kita jaga dan lindungi dari tindak kekerasan. Mari stop kekerasan terhadap anak, karena anak adalah generasi penerus bangsa yang akan menjadi generasi emas di masa yang akan datang.

Anak-anak merupakan aset terbesar bangsa ini. Membiarkan mereka hidup tanpa perlindungan dan lingkungan yang kondusif untuk belajar mejadi insan yang beradab adalah bentuk dari sikap kita yang sangat tidak bertanggung jawab. Dengan hal ini kami dari BEM FEB Unmul sangat menyayangkan tindakan pembuangan dan pembunuhan terhadap bayi yang dilahirkan. Di mana hal ini sangat marak terjadi belakangan ini, oleh karena itu kami meminta agar:

Pertama, menindak dan mengusut tuntas para pelaku kekerasan terhadap pembuangan dan pembunuhan pada bayi. Pelaku kekerasan yang dilakukan oleh orang tua yang tidak bertanggung jawab harus segera di proses dan dikenakan sanksi atau hukuman yang berat. Hal ini sangat penting dilakukan agar ada efek jera dan tidak ada lagi peniruan oleh siapapun dalam bentuk tindak kekerasan terhadap anak.

Kedua, pemerintah harus mencari solusi terhadap akar-akar masalah dari terjadinya kekerasan terhadap anak. Seperti maraknya pembuangan dan pembunuhan pada bayi. Dalam hal ini harus ada langkah-langkah yang strategis yang di lakukan oleh pemerintah dalam mengurangi angka kekerasan terhadap anak sehingga tidak ada lagi kasus serupa terjadi.

Ketiga, pemerintah harus menjadi garda terdepan dalam mensosialisasikan perlindungan terhadap kekerasan anak-anak bangsa ini. Dengan hal ini untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak, maka terus mensosialisasikan kepada seluruh elemen masyarakat tentang bentuk-bentuk perilaku yang termasuk dalam tindakan kekerasan pada anak. Agar masyarakat lebih waspada lagi terhadap potensi terjadinya kasus kekerasan terhadap anak di lingkungan tempat tinggalnya. Diharapkan pengawasan orang tua lebih ditingkatkan lagi, dan perlu untuk mencermati fenomena seks bebas yang telah melahirkan sikap nekat di sebagian generasi muda saat ini.

Kita ketahui bersama bahwa anak merupakan aset bangsa dan negara sekaligus anugrah terindah yang dititipkan Tuhan Yang Maha Kuasa kepada manusia. Karena peran anaklah yang nantinya akan menentukan seperti apa wajah Indonesia di masa depan. Anak adalah investasi berharga untuk negara ini dan di masa mendatang. Melindungi anak-anak dari kekerasan sama juga menjaga bangsa ini dari kehancuran.

Melalui opini ini kami memohon kepada semua pihak untuk bersama-sama menciptakan lingkungan yang kondusif demi lahirnya generasi penerus bangsa ini menuju bangsa yang lebih bermartabat.

Perempuan yang baik, akan melahirkan generasi-generasi terbaik!

Ditulis oleh Rina Elfiana, Kepala Departemen Pemberdayaan Perempuan BEM FEB Unmul 2019.



Kolom Komentar

Share this article